Yusril : Uang Hartati Bukan Suap

Senin, 07 Januari 2013

Beritaklik.com

Jakarta. Pakar Hujum Tata Negara yang juga mantan Mentri Kehakiman dan mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra menjadi saksi ahli untuk terdakwa Siti  Hartati Murdaya atas  kasus dugaan korupsi pengurusan izin penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di kabupaten Buol, Sulawesi Tengah di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (7/1/13)  

Yusril Ihza Mahendra berpendapat uang yang diberikan kepada Bupati Buol Amran Batalipu bukan suap, melainkan sumbangan untuk pilkada.

Yusril Ihza Mahendra dalam kesaksiannya pada persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, mengatakan jika uang tersebut dikaitkan dengan sumbangan pemilihan kepala daerah (pilkada) maka tidak ada hubungan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang bupati.

Jika melihat posisi Amran Batalipu yang sedang maju sebagai bakal calon Bupati Buol di periode pemilihan berikutnya, menurut Yusril, yang bersangkutan menghimpun sumbangan untuk pemilihan kepala daerah.

Yusril mengatakan, ketentuan terkait penerimaan sumbangan terkait pilkada bagi seseorang dibenarkan sesuai yang diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004. Dalam ketentuan itu disebutkan sumbangan yang dibenarkan dimiliki oleh seorang calon bupati tanpa kualifikasi apakah ia calon kepala daerah baru mau pun "incumbent".

Karena itu, menurut dia, apabila kasus tersebut dilihat dari konteks penyelenggaraan pilkada dan dikaitkan dengan penerimaan sumbangan maka semestinya diberlakukan Pasal 18 UU 32 Tahun 2004, bukan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sesuai dengan UU terkait pilkada, Yusril mengatakan, batas seseorang menerima sumbangan dari perorangan Rp.50 juta dan dari perusahaan/badan usaha hanya Rp350 juta. Bila angka sumbangan lebih dari itu maka bukan UU Tipikor yang seharusnya digunakan tetapi UU No. 32 Tahun 2004.

Sementara itu, Hartati Murdaya dalam persidangan menegaskan dirinya tidak mengetahui pemberian Rp3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu karena sebelumnya telah menolak permintaan tersebut.

Ia hanya menyetujui adanya pemberian CSR sebesar Rp1 miliar, bukan Rp3 miliar seperti yang diminta Amran Batalipu saat bertemu di Grand Hyatt.

Jaksa menjerat Hartati dengan Pasal 5 ayat 1 (a) UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001, atau kedua, perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun.(enha)