Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2014

Ahad, 07 Desember 2014

Plt Gubri H Arsyadjuliandi Rachman Hadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2014 dengan Tema Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural di Jakarta.

Plt Gubri H Arsyadjuliandi Rachman Hadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2014 dengan Tema Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural di Jakarta.

JAKARTA, Beritaklik.Com - Kamis, 20 November 2014 Bank Indonesia menggelar Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2014 di Jakarta. Dalam gelaran tahunan tersebut, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo menyampaikan sambutannya yang bertema "Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural".

Tradisi tahunan yang telah digelar sejak tahun 1969 menjadi lebih strategis mengingat dalam perhelatan kali ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo berkesempatan untuk hadir dan menyampaikan sambutannya di hadapan tamu undangan yang antara lain berasal dari kalangan Pimpinan Lembaga Negara, Menteri Kabinet Kerja dan Pimpinan Lembaga Pemerintah, Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pimpinan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Pimpinan DPR RI, Gubernur Kepala Daerah, Pimpinan Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI), seluruh pimpinan perbankan dan korporasi non bank, akademisi, pengamat ekonomi dan perwakilan sejumlah lembaga internasional.

Dalam sambutannya, Agus D.W. Martowardojo menyampaikan berbagai tantangan, arah serta prospek perekonomian ke depan.

Tantangan Perekonomian ke Depan

Tantangan yang dihadapi Indonesia semakin tidak ringan, salah satu yang sudah menanti adalah risiko gejolak di pasar keuangan global akibat kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. Selain itu, terdapat adanya kerentanan-kerentanan tambahan di tingkat mikro.

Pertama, tingkat utang luar negeri korporasi yang semakin membesar, namun sebagian besarnya belum terlindung dari risiko gejolak kurs. Kedua, adanya akumulasi modal portofolio oleh investor luar negeri pada obligasi negara yang sudah sangat besar, dan ini dapat dengan mudah mengalir keluar serta memicu gejolak kurs ketika terjadi gejolak dari eksternal. Di samping tantangan tersebut, Bank Indonesia juga mencermati adanya tantangan struktural di sektor riil, berupa kelemahan pada struktur produksi domestik.

Sementara itu di sektor keuangan, Bank Indonesia mencermati kurang tersedianya alternatif pembiayaan dalam perekonomian. Struktur pasar keuangan belum terdiversifikasi, institusi keuangan terkonsentrasi pada sektor perbankan, dan peran pasar modal sebagai sumber pembiayaan investasi belum signifikan. Masih dangkalnya pasar uang dan pasar valuta asing, sebagai penghubung antar segmen pasar keuangan, menyebabkan ketidakpastian pasokan likuiditas rupiah dan valuta asing. Ini membuat kurs rupiah dan harga aset keuangan mudah berfluktuasi.

Bank Indonesia mendukung langkah Pemerintah dalam pengalihan subsidi BBM untuk memberikan ruang fiskal yang cukup bagi pembangunan infrastruktur dan sosial, walaupun dalam jangka pendek akan meningkatkan tekanan inflasi. Menyusul langkah Pemerintah, Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan BI rate ke 7,75%. Langkah pre-emptive ini dilakukan untuk memastikan bahwa tekanan inflasi akibat penetapan harga baru BBM hanya bersifat sementara dan laju inflasi serta ekspektasinya ke depan tetap terjangkar pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Selain itu, kebijakan ahead the curve dengan menaikkan BI Rate adalah untuk memastikan bahwa defisit neraca transaksi berjalan tetap terkendali di sekitar 2,5 - 3 % dari PDB dan tidak membesar, serta menjaga agar kepercayaan investor tetap kuat untuk mendukung pembiayaan pembangunan.

Arah Kebijakan 2015 dan Selanjutnya

Menimbang keseluruhan konstelasi ekonomi global dan domestik yang masih penuh tantangan, kebijakan ekonomi ke depan perlu tetap fokus pada upaya-upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Ini mensyaratkan setidaknya dua hal, yaitu pertama,kebijakan moneter yang berorientasi pada stabilitas dan kedua, kebijakan reformasi struktural yang tegas dalam rangka meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan daya saing di sisi produksi. Dengan memperhatikan bahwa kebijakan reformasi struktural tidak dapat dilakukan tanpa lingkungan ekonomi makro dan sistem keuangan yang stabil, ke depan Bank Indonesia berkomitmen akan konsisten mengimplementasikan kebijakan moneter dan makroprudensial yang pro-stabilitas.

Dalam satu dekade ke depan Bank Indonesia akan mengupayakan tingkat inflasi secara bertahap menurun dan terjangkar pada laju yang semakin rendah. Untuk itu, kebijakan moneter berbasis sasaran inflasi (Inflation Targeting Framework) akan terus dilanjutkan dan diperkuat. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka pengendalian inflasi melalui forum TPI/TPID akan diteruskan, dan komunikasi kebijakan kepada publik ditingkatkan. Pencapaian sasaran inflasi jangka menengah panjang tersebut juga menuntut efektivitas transmisi kebijakan moneter karena didukung pasar uang dan pasar valas yang berfungsi dengan baik.

Untuk segera mengurai berbagai kebuntuan yang menghambat pendalaman pasar keuangan domestik, Bank Indonesia telah menetapkan inisiatif-inisiatif pendalaman pasar keuangan. Sebagai otoritas pasar uang dan pasar valuta asing Bank Indonesia menargetkan pada tahun 2024, nilai transaksi di pasar uang mencapai kisaran 15-20 persen dari PDB dan di pasar uang valuta asing mencapai 3 persen dari nilai perdagangan luar negeri.

Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia akan meningkatkan kapabilitas untuk mencegah dan memitigasi risiko-risiko utama yang berpotensi sistemik dan menimbulkan ketidakseimbangan finansial, antara lain melalui penguatan kerangka kebijakan makroprudensial, penguatan instrumen makroprudensial, macro stress test untuk memastikan ketahanan perbankan dan korporasi non-bank terhadap gejolak berbagai jenis risiko, serta survei berkala untuk mengukur risiko yang dihadapi rumah tangga. Selain itu Bank Indonesia juga akan melaksanakan surveillance dan pemeriksaan langsung pada systemically important banks dan lembaga lain yang terkait dengan bank, menerapkan aturan komponen permodalan yang dikaitkan dengan siklus keuangan (countercyclical capital buffer), penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum yang berbasis Loan to Deposit Ratio, penyempurnaan Loan to Value Ratio dan Suku Bunga Dasar Kredit serta penguatan koordinasi dengan OJK di berbagai bidang.

Di bidang sistem pembayaran, bersama dengan Pemerintah Pusat dan Daerah serta industri sistem pembayaran, inisiatif pembayaran non tunai akan didorong melalui perluasan digital payment yang telah diawali dengan pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014 lalu. Dalam kerangka inklusi keuangan, penggunaan digital payment dalam bentuk uang elektronik teregistrasi akan menjadi batu pijakan pertama untuk menghubungkan masyarakat unbanked dengan sistem keuangan formal. Dalam sepuluh tahun ke depan pengembangan dan perluasan LKD ditargetkan akan meningkatkan jumlah anggota masyarakat yang terhubung dengan bank hingga dua kali lipat, dari kondisi saat ini yang hanya menjangkau 20% penduduk dewasa. Dengan perluasan agen LKD dan sinergi dengan program bantuan Pemerintah, rekening uang elektronik teregistrasi ditargetkan akan naik hingga empat kali lipat dari saat ini.

Untuk modernisasi sistem pembayaran, Bank Indonesia akan melakukan reformasi pada tiga area yaitu perluasan elektronifikasi pembayaran, pembangunan infrastruktur sistem pembayaran serta penguatan pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran.

Sementara itu dalam pengelolaan uang tunai, Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk menyediakan uang Rupiah yang berkualitas tinggi untuk seluruh denominasi di seluruh pelosok negeri dengan membangun sistem pengelolaan uang yang efektif dan efisien. Untuk itu, Bank Indonesia akan mengembangkan sentralisasi jaringan distribusi kas (cash distribution network), serta meningkatkan efisiensi rantai kegiatan percetakan dan pengedaran uang.

Outlook Perekonomian

Dengan dilandasi optimisme khususnya memperhatikan demokrasi yang semakin terkonsolidasi, Bank Indonesia memprakirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,1-5,5% di 2014 dan 5,4 - 5,8 % di 2015, dengan defisit neraca transaksi berjalan yang membaik. Dengan prognosa tersebut diperkirakan kurs nilai tukar secara riil akan cukup stabil. Sementara itu, sejalan dengan ekspansi perekonomian yang lebih berimbang, laju pertumbuhan kredit diperkirakan dapat mencapai 15-17% di 2015 dan dana pihak ketiga sebesar 14-16%.

Untuk memastikan bahwa berbagai program reformasi struktural penopang pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dalam suatu lingkungan ekonomi-makro yang stabil, Bank Indonesia akan secara konsisten mengupayakan agar laju inflasi dan ekspektasinya terjangkar pada kisaran sasaran jangka menengah sebesar 4±1%.

Agus D.W. Martowardojo sungguh mengapresiasi kehadiran Presiden RI dan Gubernur Kepala Daerah pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia ini. Momen ini mengukuhkan koordinasi yang erat antara Bank Indonesia dan Pemerintah pusat serta daerah untuk bersama-sama mewujudkan perekonomian Indonesia yang sejahtera, mandiri, dan berdaya saing. (Bki)