Sejarah Unik Kue Keranjang

Sabtu, 02 Februari 2013

Kue Keranjang/Ilustrasi

PEKANBARU-Tahun baru China 2564 yang tahun ini berketepatan dengan 10 Februari 2013 akan dirayakan oleh seluruh Etnis China (Thionghoa) seluruh dunia. Di Indonesia bagi sebahagian besar Etnis Thionghoa atau China perayaan tahun baru imlek identik dengan kue keranjang atau dengan kata lain kue bakul. Bahkan, kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula ini, menjadi salah satu panganan khas atau wajib saat perayaan. Dibalik rasanya yang manis,ternyata kue yang juga akrab disebut dodol Cina atau Nian Gao, juga memiliki sejarah yang unik.

Kue ini memiliki nama asli Nian Gao atau Ni-Kwe yang disebut juga kue tahunan, karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Cina. Kata Nian sendiri berarti tahun, dan Gao berarti kue dan juga terdengar seperti kata tinggi. Oleh sebab itu, kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Kue yang disusun itu memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.

Pada zaman dahulu, banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga si pemilik rumah. Biasanya, kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini merupakan simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.

Menariknya, kue keranjang sendiri bukanlah sekadar tradisi semata, namun ada kisah yang melatarbelakanginya. Menurut ulasan yang dirangkum dari Info Jajan dan Wikipedia, di zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa anglo (tempat masak) dalam dapur di setiap rumah ada dewanya yang dikirim oleh Yik Huang Shang Ti (Raja Surga). Dewa itu juga sering dikenal dengan sebutan Dewa Tungku, yang ditugaskan untuk mengawasi segala tindak tanduk dari setiap rumah dalam menyediakan masakan setiap hari.

Setiap akhir tahun, tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau h-6 tahun baru), Dewa Tungku akan pulang ke surga serta melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Jadi, demi menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka.

Bagaimana caranya agar Dewa Tungku tidak murka? Hal inilah yang akhirnya membuat warga pun mencari bentuk sajian yang manis, yakni kue yang disajikan dalam keranjang. Maka disebutlah kue keranjang, yang sudah mentradisi setiap tahun disajikan untuk merayakan tahun baru Imlek.

Saat menyajikan kue untuk Dewa Tungku, kue keranjang juga ditentukan bentuknya. Bentuk bulat dipilih karena memiliki makna keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat berkumpul, setidaknya satu tahun sekali, serta tetap menjadi keluarga yang bersatu, rukun, bulat tekad dalam menghadapi tahun baru yang akan datang. Uniknya, secara turun-menurun tradisi ini pun dibawa terus hingga saat ini.

Selamat tahun baru Imlek 2564 (10 Fenruari 2013), semoga tahun ini Anda semakin bahagia dan berlimpah rezeki!.(bk.1)