Ritual Perayaan Ciu Lak di Bengkalis Meriah

Jumat, 15 Februari 2013

Bupati Bengkalis menerima cendera mata dari Ketua Vihara Dharma Sagara, Sumantri Tantoso. (bku)

BENGKALIS-Ribuan masyarakat Tionghoa di Bengkalis dan Bukitbatu mengikuti prosesi ritual perayaan Ciu Lak atau hari keenam Imlek dan sembahyang kepada Maha Dewa di Kelenteng Kelenteng yang telah berusia 150 tahun Hok Ann Kiong, Kamis (14/2) malam.

Perayaan Ciu Lak diawali dengan mengikuti prosesi ritual (sembahyang) di Kelenteng, dilanjutkan dengan arak-arakan keliling Kota Bengkalis untuk melakukan penyemahan. Selain di Kelenteng, masyarakat Tionghoa lainnya juga melaksanakan prosesi sembahyang di depan rumah masing-masing dengan maksud memohon perlindungan dan keselamatan bersama kepada para Dewa.

Perayaan Ciu Lak yang merupakan hari kelahiran Maha Dewa Cho Se Kong makin meriah dengan adanya arak-arakan keliling kota Bengkalis. Kegiatan arak-arakan ini dipimpin oleh waskita yang disebut Tang Ki, yaitu seseorang yang kerasukan dewa dan berbicara dengan manusia di sekitarnya dengan mempergunakan bahasa isyarat.

Kegembiraan yang tiap tahun selalu ditunggu-tunggu, dan bagi masyarakat Tionghoa Bengkalis, kegembiraan dalam merayakan hari keeenam Imlek tersebut, bukan hanya terjadi setelah masa reformasi. Puluhan tahun silam, ketika rezim orde baru masih berkuasa, perayaan seperti ini sudah dilakukan.

Arak-arakan keliling kota untuk melakukan penyemahan dimulai dari Kelenteng Hok Ann Kiong menuju Jalan Sudirman.   Kemudian menuju Jalan A Yani, Jalan Hangtuah, Jalan S Syarif Kasim, Jalan Diponegoro, Jalan Pattimura, Jalan Sudirman, kembali ke Jalan Diponegoro, Jalan Hasanuddin, kembali ke Jalan Sudirman, Jalan Kurau, dan masuk ke Jalan Yos Sudarso (Kelenteng).

Di setiap jalan yang dilewati, para Tang Ki akan melakukan pembersihan. Seiring dengan itu, dentuman petasan yang dibakar oleh para warga Tionghoa membuat suasana makin meriah. Apalagi jumlah petasan yang dibakar tidak sedikit dan dibunyikan di setiap jalanan yang dilalui arak-arakan para dewa dewi.

Pantauan di lapangan para tanki melakukan rituas khusus di beberapa tempat. Seperti di perempatan simpang lampu merah Jalan Ahmad Yani – Hang Tuah, ada ritual khusus yang dilakukan oleh jelmaan dewa dewi tersebut. Di persimpangan tersebut, para Tang Ki mengawali ritual penyemahan dengan melakukan gerakan-gerakan khusus. Ada yang bersilat dan ada pula yangmenunjukkan kepiawaian memainkan pedang. Begitu Hiu dan kertas dibakar, lalu para  Tang Ki secara bergiliran melakukan penyemahan.

Ritual tersebut tidak hanya menarik perhatian para warga Tionghoa, tetapi juga masyarakat Bengkalis pada umumnya. Begitu ramainya, simpang empat Jalan A Yani – Hang Tuah untuk beberapa menit tidak bisa dilewati dengan penjagaan ketat oleh aparat kepolisian.

Menurut Humas Yayasan Hok Ann Kiong, Herman Kasuma, mereka yang dirasuki oleh para dewa tersebut sudah terpilih melalui ritual khusus jauh hari sebelumnya. Mereka ada yang sudah memiliki bakat sejak kecil (faktor keturunan), dan ada pula yang dipilih dengan alasan-alasan tertentu. Dengan demikian, ketika pelaksanaan acara semah atau hari H, mereka yang sudah terpilih itu secara otomatis akan dirasuki oleh para dewa.

Dikatakan, arak-arakan keliling kota Bengkalis itu dilakukan untuk melakukan penyemahan, agar seluruh masyarakat tidak hanya kaum Tionghoa  terhindar dari gangguan roh jahat. Dalam perayaan Imlek dan Ciu Lak seluruh pengurus Kelenteng dan Panitia Perayaan Imlek Bengkalis mengharapkan semakin terjalinnya kebersamaan, kerukunan, keharmonisan hidup diantara sesama. “Dengan keyakinan bahwa dari tahun ke tahun, negara dan bangsa kita akan semakin maju berkembang, damai, aman, dan tenteram,” ujarnya.

Sementara di Kelenteng Hock Hian Kiong, ribuan warga Tiongha di Kecamatan Bukit Batu juga ramai untuk sembahyang. Bupati Bengkalis H Herliyan Saleh juga turut hadir di Pakning sekaligus peresmian panggung serbaguna oleh Bupati Bengkalis Herliyan Saleh. (bku)