Terapi bagi Anak Korban Kekerasan Seksual

Jumat, 14 Agustus 2015

Beritaklik.Com - Kekerasan seksual yang dialami anak-anak tidak selalu menimbulkan dampak langsung. Hal ini karena pemahaman seorang anak pada peristiwa yang dialaminya berbeda-beda. Pada anak usia remaja, mereka langsung mengerti peristiwa kekerasan seksual akan merusak hidupnya sehingga reaksi mereka akan langsung terlihat.

Menurut psikiatri anak dr.Tjhin Wiguna Sp.A, meski tidak langsung terlihat dampaknya, tapi anak membutuhkan pendampingan dan harus terus dipantau kondisinya. "Dokter atau psikiater akan melakukan assesment, apakah ada masalah emosi atau perilaku pasca peristiwa tersebut. Kalau belum ada, tetap dipantau karena mereka berisiko tinggi mengalami gangguan perilaku," katanya.

Anak-anak adalah korban yang harus mendapat perhatian dan dukungan dari orang di sekitarnya agar luka fisik serta trauma psikisnya bisa disembuhkan. Terapi untuk anak yang menjadi korban, jelas Tjhin, bermacam-macam. Untuk anak yang masih kecil biasanya dilakukan terapi bermain. "Misalnya anak diajak menggambar untuk membantu anak mengekspresikan perasaannya," katanya.

Selain itu bisa juga dilakukan terapi kognitif dan berbagai terapi lain sesuai kondisi anak. "Tujuan awalnya adalah menjalin emosi dengan anak sehingga anak tetap bisa mengekspresikan perasaannya meski tidak selalu lewat kata-kata," ujarnya. Orangtua bisa mencari bantuan untuk terapi anak ke psikolog atau psikiater untuk memulihkan luka batin anak.

Harus Terus Dipantau
Anak-anak merupakan manusia yang masih lugu dan polos sehingga mereka rentan menjadi korban kekerasan dan kejahatan. Kasus kekerasan seksual yang dialami AK, bocah berusia 6 tahun di sebuah sekolah internasional di Jakarta, beberapa waktu lalu, hanyalah salah satu dari banyak kasus yang tidak terungkap di masyarakat.

Menurut Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, sebanyak 3,07 persen perempuan dan 3,02 persen anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Adapun data Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2006 menyebutkan, terjadi 788 kasus kekerasan terhadap anak dan setiap bulannya 15 remaja putri menjadi korban pemerkosaan.

Tindak kekerasan seksual tidak hanya menimbulkan trauma mendalam, tetapi juga gangguan fisik dan kognitif anak. Psikiater anak, dr Tjhin Wiguna, Sp A memaparkan, dampak dari kekerasan seksual yang dialami bergantung pada usia anak. Pada anak berusia di bawah 3 tahun, mereka belum memahami apa yang terjadi pada dirinya.

"Jika timbul sakit, maka penyebabnya lebih ke fisik. Bisa juga timbul pengalaman buruk jika ia terus mengingat kejadian itu," katanya. Sementara itu, pada anak usia sekolah, traumanya akan lebih besar karena ia bisa terus terbayang peristiwa tersebut. Pada remaja, umumnya mereka sudah menyadari peristiwa itu merusak hidupnya sehingga mereka rentan depresi dan putus asa.

"Akibat paling nyata kekerasan seksual pada anak balita dan anak usia sekolah adalah adanya regresi atau perkembangannya menjadi mundur. Misalnya, ia jadi merasa lingkungan adalah ancaman baginya sehingga anak jadi penakut," katanya.

Anak juga akan mengalami gangguan belajar dan sulit berkonsentrasi. "Pemahaman tiap anak pada suatu peristiwa berbeda-beda. Karena itu, pengaruhnya pun berbeda," ujar dokter yang aktif di Pusat Pemulihan Stres Pasca Trauma RSCM Jakarta ini.

Dampak peristiwa kekerasan seksual juga tidak selalu langsung terlihat pada diri anak. Menurut Tjhin, cukup banyak yang pengaruhnya baru timbul bertahun-tahun kemudian. "Sekarang anak terlihat baik-baik saja, tapi saat remaja pengalaman tersebut di-reaktivasi kembali atau diingatkan kembali oleh orang lain," ujarnya.

Anak juga akan kehilangan rasa percaya terhadap orang lain, kepercayaan diri rendah, serta tidak mampu bersosialisasi. Bila tidak mendapat penanganan memadai, hal itu dapat menggerogoti kesehatan mental korban. "Meski sekarang efeknya belum ada, anak yang menjadi korban harus terus dipantau karena mereka sangat berisiko mengalami gangguan perilaku," katanya.

Kenali Tanda-tandanya
Akhir-akhir ini sedang mencuat berita tentang kekerasan kepada anak-anak, yang terbaru adalah kasus pembunuhan terhadap bocah perempuan Engeline, yang sempat menghebohkan publik Tanah Air. Para orangtua bertanggung jawab untuk menjaga anak mereka supaya terhindar dari kekerasan seksual, di dalam maupun di luar rumahtangga.

Berbagai studi menunjukkan bahwa anak-anak korban kekerasan biasanya akan memiliki self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi, memendam perasaan bersalah, sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit membangun hubungan dengan orang lain, dan tidak memiliki minat. Bahkan ketika mereka bertumbuh dewasa, mereka akan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan kepada anak-anak.

Karena itu anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual berhak dan harus mendapatkan pendampingan dan terapi psikologi. Tujuannya supaya mereka dapat mengatasi beban kejiwaan yang berat, atau yang lazim disebut stres pasca trauma. Berikut ini adalah tanda psikis atau perubahan perilaku anak yang pernah mengalami kekerasan seksual :
1. Takut berada sendirian di dekat orang tertentu.
2. Mengalami gangguan tidur seperti mimpi buruk, takut tidur sendiri.
3. Menjadi senstitif dan gampang marah.
4. Lengket dengan orangtuanya.
5. Memiliki rasa takut yang sulit dijelaskan.
6. Sikapnya berubah terhadap sekolah, teman-teman, maupun saudara kandungnya.
7. Sikapnya menjadi lebih kekanak-kanakan (regresi).
8. Pengetahuan seksualnya lebih daripada anak sebayanya.
9. Takut pulang atau lari dari rumah.

Jadi, pantau dan perhatikan perubahan perilaku anak Anda, jika menunjukkan gejala-gejala seperti di atas sebaiknya Anda mulai mencari tahu dan membicarakan dengan anak Anda. (Bkf)