Posisi utang luar negeri Indonesia per Juni
2015 mengalami peningkatan sebesar 6,26% jika dibandingkan posisi ULN per Juni
2014 yang sebesar US$ 286,33 milair. Utang luar negeri Indonesia paling besar
ditopang oleh utang luar negeri swasta yang mencapai US$ 169,68 milair per Juni
2015. Angka ini setara dengan 55,76% dari total
utang luar negeri Indonesia.
Angka utang luar negeri swasta per Juni 2015
mengalami peningkatan sebesar 0,47% dibandingkan dengan posisi ULN swasta per
Mei 2015 yang sebesar US$ 168,87 miliar atau mengalami kenaikan sebesar 9,7%
jika dibandingkan dengan posisi ULN swasta per Juni 2014 yang sebesar US$
154,67 miliar.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan
Publik Universitas Gadjah Mada, A. Tony Prasetiantono mengungkapkan, posisi
utang luar negeri Indonesia tidak separah posisi ULN Indonesia pada saat krisis
ekonomi melanda Indonesia tahun 1998.
Secara umum, angka ULN masih bisa
ditoleransi, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. "Utang luar negeri Indonesia saat ini
tidak separah 1998, karena sudah melakukan lindung nilai. Hal ini yang tidak
dilakukan oleh para industri tahun 1998," kata Tony kepada KONTAN, Selasa
(1/9).
Perusahaan swasta tahun 1998 mengalami rugi
valas akibat tidak melakukan lindung nilai dalam pinjaman utang luar negeri. Kini, perusahaan mulai melakukan lindung
nilai atas utang valasnya. Oleh karena itu, membengkaknya angka utang
luar negeri Indonesia, belum termasuk kategori genting bagi Tony.
Ia bilang, utang luar negeri Indonesia saat
ini masih terkontrol jika dibandingkan dengan yang terjadi pada 1998, karena
aturan lindung nilai yang terus dilakukan. Pembayaran ULN pada saat jatuh tempo yang
bersamaan, memang menimbulkan demand yang tinggi terhadap likuiditas dollar AS.
Situasi yang terjadi saat ini yaitu posisi nilai tukar rupiah yang dinilai
undervalued, membuat kondisi utang luar negeri Indonesia menjadi semakin
memburuk.
"Belajar dari krisis 1998, swasta yang
ingin berhutang wajib melaporkan hutangnya dan juga dihimbau untuk melakukan
lindung nilai. Kurs sudah diasuransi, sehingga tekanan utang tidak seberat
tahun 1998. Posisi ULN Indonesia saat ini tidak berat dan jauh lebih baik
dibanding tahun 1998," jelas Tony. (Bki)