Utang luar negeri RI capai US$ 304,28 miliar

Rabu, 02 September 2015

JAKARTA, Beritaklik.Com - Data Bank Indonesia menyebutkan, posisi terakhir utang luar negeri Indonesia per Juni 2015 mencapai US$ 304,28 miliar. Angka ini mengalami peningkatan sebesar US$ 1,8 miliar dibandingkan dengan posisi Mei 2015 yang sebesar US$ 302,48 miliar.

Posisi utang luar negeri Indonesia per Juni 2015 mengalami peningkatan sebesar 6,26% jika dibandingkan posisi ULN per Juni 2014 yang sebesar US$ 286,33 milair. Utang luar negeri Indonesia paling besar ditopang oleh utang luar negeri swasta yang mencapai US$ 169,68 milair per Juni 2015. Angka ini setara dengan 55,76% dari total utang luar negeri Indonesia.

Angka utang luar negeri swasta per Juni 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,47% dibandingkan dengan posisi ULN swasta per Mei 2015 yang sebesar US$ 168,87 miliar atau mengalami kenaikan sebesar 9,7% jika dibandingkan dengan posisi ULN swasta per Juni 2014 yang sebesar US$ 154,67 miliar.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, A. Tony Prasetiantono mengungkapkan, posisi utang luar negeri Indonesia tidak separah posisi ULN Indonesia pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1998.

Secara umum, angka ULN masih bisa ditoleransi, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. "Utang luar negeri Indonesia saat ini tidak separah 1998, karena sudah melakukan lindung nilai. Hal ini yang tidak dilakukan oleh para industri tahun 1998," kata Tony kepada KONTAN, Selasa (1/9).

Perusahaan swasta tahun 1998 mengalami rugi valas akibat tidak melakukan lindung nilai dalam pinjaman utang luar negeri. Kini, perusahaan mulai melakukan lindung nilai atas utang valasnya. Oleh karena itu, membengkaknya angka utang luar negeri Indonesia, belum termasuk kategori genting bagi Tony.

Ia bilang, utang luar negeri Indonesia saat ini masih terkontrol jika dibandingkan dengan yang terjadi pada 1998, karena aturan lindung nilai yang terus dilakukan. Pembayaran ULN pada saat jatuh tempo yang bersamaan, memang menimbulkan demand yang tinggi terhadap likuiditas dollar AS. Situasi yang terjadi saat ini yaitu posisi nilai tukar rupiah yang dinilai undervalued, membuat kondisi utang luar negeri Indonesia menjadi semakin memburuk.

"Belajar dari krisis 1998, swasta yang ingin berhutang wajib melaporkan hutangnya dan juga dihimbau untuk melakukan lindung nilai. Kurs sudah diasuransi, sehingga tekanan utang tidak seberat tahun 1998. Posisi ULN Indonesia saat ini tidak berat dan jauh lebih baik dibanding tahun 1998," jelas Tony. (Bki)