Harga Karet Jeblok, Petani di Bengkalis Makin Terpuruk

Ahad, 22 November 2015

BENGKALIS- Para petani karet saat ini tidak hanya menghadapi kondisi musim yang kurang bersahabat, hujan. Tapi juga harga karet yang kembali menjunam setelah beberapa waktu lalu sempat naik beberapa ribu rupiah.

Perkilo gram harga karet saat ini berkisar Rp5.500 saja. Harga tersebut pastinya tidak sebanding dengan harga-harga kebutuhan pokok saat ini. Sekitar dua bulan lalu, harga karet (ojol,red) sempat naik ke level Rp 6.500 – Rp 7000, tapi kini kembali jeblok seiring kondisi alam yang juga kurang bersahabat bagi paa petani karet.

“Kalau dibilang susah ya susah, lha wong harga karet cuma Rp 5.500, tak sebanding dengan harga beras dan harga kebutuhan pokok lainnya. Tapi mau gimana lagi. Yang kami pusingkan bukan cuma harganya yang rendah, tapi sudah beberapa minggu ini kami tak menakik, soalnya hujan hampir tiap hari,”keluh Syafri warga Kembung, Minggu (22/11/2015).

Kata Syafri, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan anak-anak sekolah, sebagian besar “kaum bapak” mengadu nasib ke Malaysia, bekerja sebagai kuli bangunan dan apa saja yang menghasilkan uang.

“Paspornya melancung, tapi sampai di sana (Malaysia) kerja bangunan atau kerja di perkebunan. Sebulan sekali balik. Syukur-syukur kalau satu bulan itu kerja full, lumayan juga hasilnya. Tapi banyak juga yang hanya cukup tambang balik,” ujar  Syafri.

Berangkat dan kerja ke Malaysia sebetulnya bukan pilihan. Kalau saja di kampung ada pekerjaan yang menjanjikan atau setidaknya hasil karet tidak seteruk ini, mereka akan lebih memilih menetap di kampung. Dengan kondisi seperti sekarang ini, mau tak mau sebagian warga mengadu nasib di negeri orang.

Berbeda dengan harga karet yang sudah bertahun di level terendah, harga buang pinang saat ini sedang diatas awan. Untuk satu kilogram pinang kering harganya bisa mencecah Rp21.000-Rp22.000. Sayang, tidak ada warga yang khusus bertani buah pinang di daerah ini. Kalaupun ada, hanya di tanam di kelilling perkarangan rumah, atau sekadar tumpang sari di perkebunan kelapa atau karet.

 “Sekarang ini yang punya pohon pinang banyak yang lumayan untung, seoalnya harga pinang sedang melambung tinggi. Tapi di kampung kami tak banyak yang memiliki pohon pinang, kalaupun ada hanya beberapa puluh batang yang ditanam sekeliling rumah,” sebut Mardi pula.

Pinang memang bukan menjadi pilihan utama bagi masyarakat petani, tidak heran jika tidak ada petani yang bertanam khusus pohon pinang hingga berhektar-hektar. Salah satu alasan, masa panen buah pinang tidak selama phon karet, kelapa atau kelapa sawit. Sementara harganya juga sangat-sangat fluktuatif.***