Ilistrasi.
JAKARTA, Beritaklik.Com - Pengesahan
Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
menuai reaksi beragam. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak keras UU
tersebut.
Bahkan, apindo menyebutnya sebagai pemalakan terhadap pengusaha dan
pekerja. "Uang itu bisa diambil setelah pensiun. Kalau saya bilang ini
(Tapera) malak orang," ujar Ketua Apindo Haryadi Sukamdani kepada Kompas.com,
Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Padahal, kata Haryadi, dalam BPJS Ketenagakerjaan, 30 persen iuran Jaminan Hari
Tua (JHT) sudah dialokasikan untuk mendukung program perumahan pekerja. Saat
ini ucap dia, dana JHT yang terkumpul mencapai Rp 180 triliun.
Artinya, ada Rp 54 triliun dana JHT yang bisa digunakan untuk mendukung pembangunan
perumahan untuk pekerja. Dalam JHT, pengusaha membayar 3,7 persen, sedangkan
pekerja 2 persen.
Setelah 10 tahun, pekerja bisa mengambil maksimal 30 persen dari total JHT. Sementara
dalam Tapera, uang itu hanya bisa diambil setelah pensiun. Sementara Presiden
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal belum mendukung penuh
UU Tapera.
Sebab, berdasarkan informasi yang ia dapat, pekerja yang boleh ikut Tapera
harus memiliki gaji minimal Rp 4 juta per bulan. "Ini ngawur karena
undang-undang dibuat untuk kepentingan pengembang, dengan menjual rumah secara
paksa melalui undang-undang," kata Said.
Maunya KSPI, pekerja yang memiliki gaji upah minimum juga bisa menjadi anggota
Tapera. Dengan begitu, ia yakin bahwa tujuan perumahan untuk rakyat bisa
tercapai.
Sumber : Kompas.com (Bki)