Anggota Manggala Agni sedang sibuk memadamkan api yang menyala secara sporadis di Suaka Margasatwa Kerumutan,( KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI).
Anggota Manggala Agni sedang sibuk memadamkan api yang menyala secara
sporadis di Suaka Margasatwa Kerumutan,( KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI).
PEKANBARU, Beritaklik.Com - Awal pekan
ini, Panglima Kodam I Bukit Barisan Mayor Jenderal Lodewyk Pusung menyampaikan
"unek-unek" tentang ketidakseriusan aparat kehutanan di Riau,
melakukan pencegahan kebakaran lahan dan hutan.
Fakta di lapangan, sejak awal Februari sampai sekarang aparat TNI dan Polri boleh
dikatakan sangat aktif melakukan pencegahan kebakaran, dengan melakukan sosialisasi
terhadap warga di desa rawan bencana.
TNI dan Polisi giat melakukan patroli, membangun sekat kanal, membuat embung
serta pekerjaan lain yang sebenarnya bukan tugas pokok aparat keamanan dan
pertahanan negara itu. Rasanya atas kerja keras itu, sangat disayangkan apabila
ada petinggi TNI dan Polri di iau yang mesti dicopot karena gagal mencegah
kebakaran.
Persoalan utama kebakaran adalah belum meratanya kesadaran dari warga untuk
tidak membuka lahan dengan cara membakar. Perusahaan besar HTI atau kebun
kelapa sawit agaknya sudah lebih berhati-hati dan menghindar dari jerat hukum.
Kekesalan Lodewyk itu disampaikannya pada Rapat Koordinasi Penanggulangan
Kebakaran Lahan dan Hutan hari Senin (7/3/2016) di Pangkalan TNI AU Roesmin
Nurjadin Pekanbaru. Rapat itu dihadiri Pelaksana Tugas Gubernur Riau,
Arsyadjuliandi Rachman, Komandan Korem 031 Wirabima Brigjen Nurendi, Kepala
Polda Riau Brigjen Bambang Dolly Hermawan dan segenap pejabat terkait di Riau.
Di akhir rapat, Arsyadjuliandi mengeluarkan pengumuman menetapkan status Siaga
Darurat Kebakaran Lahan dan Hutan yang berlaku sampai tiga bulan ke depan.
Status itu merupakan kelanjutan tindakan setelah enam kabupaten dan kota di
Riau, yaitu Bengkalis, Meranti, Rokan Hilir, Pelalawan, Siak dan Dumai telah
menetapkan status sama.
Tentang "unek-unek" Lodewyk, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat
Hutan Riau, Woro Supartinah menantang agar Pangdam juga memarahi PLT Gubernur
Riau serta Bupati dan Walikota yang gagal mengubah tata kelola lingkungan sehingga
masih muncul kebakaran. Panglima juga diminta memarahi korporasi yang masih
membakar.
Riau gagal?
Penetapan status Darurat itu sempat menimbulkan problem dan
perdebatan cukup serius di kalangan pejabat TNI, POLRI serta pemerintah
Provinsi Riau.
Ada pihak dari kalangan TNI dan Polri yang tidak ingin status darurat
diberlakukan dengan alasan apabila status disahkan berarti menegaskan Riau
kembali mengalami kebakaran lahan. Dalam arti lain, Riau gagal mencegah kebakaran
lahan dan hutannya.
Sebaliknya, pemerintah Provinsi Riau bersikukuh, apabila
tidak ditetapkan status darurat, proses pemadaman dan penanggulangan menjadi
tugas daerah secara penuh. Padahal daerah tidak punya peralatan dan dana
memadai.
Dengan status Siaga Darurat, dana daerah dan bantuan pusat (baca : Badan
Nasional Penangulangan Bencana) serta peralatan seperti helikopter dapat
dikirim untuk memudahkan pekerjaan di lapangan.
Apa yang disampaikan Lodewyk soal ketidaksiapan aparat kehutanan memang benar
adanya. Kerja aparat kehutanan baik dari Dinas Kehutanan Riau atau dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan sosialisasi dan
pencegahan di lapangan memang sangat minim, kalau tidak mau disebut tidak ada.
Sebaliknya aparat TNI dan Polri yang membantu pencegahan, menjadi ujung tombak
sosialisasi dan segala macam pekerjaan pencegahan.
Lodewyk merasa, TNI dan Polri diperlakukan seperti pembantu, padahal mereka
bertugas membantu pemerintah daerah serta aparat kehutanan sebagai pemilik
hutan. Maklum, tugas TNI dan Polri yang utama bukan berkaitan dengan kebakaran
lahan dan hutan.
Persinggungan antara aparat di lapangan juga sudah terasa. Kepala Polres
Bengkalis Ajun Komisaris Besar Aloysius Suprijadi tidak menutup-nutupi kekesalannya
terhadap aparat Kementerian Kehutanan di Riau.
Menurut Suprijadi, aparat KLHK di daerah jumlahnya sangat minim dan jarang
dijumpai di lapangan.
Ketika terjadi kebakaran, laporan yang diampaikan ke Menteri KLHK acapkali
terasa berlebihan. Misalnya, luas kebakaran yang hanya berkisar dua sampai
empat hektar dilaporkan mencapai belasan hektar.
Rilis yang diterima Kompas.com dari Kepala Biro Humas Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal kemarin misalnya menyebutkan, kondisi
kebakaran di Bukit Kerikil, Bengkalis, sudah memasuki hari ke-7. Kebakaran
masih berlangsung di wilayah itu karena arealnya susah dijangkau lewat darat.
"Butuh water bombing, Pasukan Manggala
Agni KLHK sementara ada dua regu. Hari ini ditambah satu regu lagi. Beberapa
titik api sudah dapat ditangani," kata Novrizal.
Sebaliknya, kata Suprijadi, kebakaran di Bukit Kerikil sudah padam sejak
beberapa hari lalu. Data KLHK tidak valid dan belum diperbarui.
"Kami tidak tahu darimana data KLHK itu diperoleh. Kami yakin data yang
tidak diperoleh dari pengecekan langsung ke lapangan. Wajar saja apabila
Panglima Kodam I Bukit Barisan marah kepada instansi kehutanan yang kurang
berbuat di lapangan," kata Suprijadi yang mengaku sampai bermalam selama
lima hari di lapangan saat Bukit Kerikil masih terbakar.
Menurut Suprijadi, pihaknya telah menahan dua orang tersangka dalam kebakaran
di Bukit Kerikil. Namun, saat kebakaran di kawasan Cagar Biosfer, yang
merupakan hutan konservasi milik negara cq KLHK, sampai sekarang masih belum
ada tersangka.
"Kami sudah berupaya keras untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran
lahan dan hutan. Kami tidak pandang siapa yang membakar. Kalau Cagar Biosfer
yang terbakar, semestinya KLHK dapat dijadikan tersangka juga," kata
Suprijadi.
"Unek-unek" Lodewyk dan Suprijadi dapat dikatakan sebagai pertanda
bahwa ada persoalan yang cukup serius antara aparat TNI dan Polri dengan aparat
kehutanan di lapangan. Sebaiknya persoalan itu segera diselesaikan, karena
bencana kabut asap di Riau, masih membayang di depan mata.
Kerja keras aparat kehutanan memang harus lebih ekstra keras lagi untuk
mencegah dan memadamkan api sebelum timbul bencana asap. Betul kata Lodewyk,
bahwa mereka (TNI dan Polri) adalah membantu bukan pembantu.
Sumber : kompas.com (Bki)