Menko Ekuin Hatta Rajasa/Ist
SEMARANG.Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) untuk menangani dugaan kartel pada bawang merah dan bawang putih, yang
mengakibatkan melonjaknya harga komoditas tersebut dalam beberapa pekan
terakhir.
"(Soal) Harga bawang terkadang kita juga
tidak tahu bisa jadi persoalan besar. Kalau panen harga jatuh, kalau tidak
panen maka impor. Tapi kartel-kartel inilah yang kita benahi, dilarang ada
kartel," kata Hatta dalam kunjungan kerja Menko Perekonomian dan Menteri
Kehutanan ke Himpunan Tani dan Nelayan di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (16/3).
Menurutnya, bawang merah bisa dihasilkan secara
baik di dalam negeri sehingga mampu memenuhi kebutuhan nasional. Berbeda dengan
bawang putih yang tidak bisa maksimal diproduksi dalam negeri, sehingga memang
harus dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan karena produksi dalam negeri
hanya mensuplai 5% dari kebutuhan nasional.
Hal terpenting, lanjutnya, adalah mewaspadai
kartel-kartel yang memainkan harga komoditi-komoditi pangan di pasar sehingga
merugikan masyarakat dan meningkatkan inflasi. "Untuk itu saya sudah minta
KPPU untuk mengatur tata niaga ini. Stok nasional tipis, harga meningkat,
karena bisa dorong inflasi. Inflasi itu momok karena bisa menggerus daya beli
masyarakat," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan
(Kemendag), harga bawang merah mencapai Rp24,2 ribu per kilogram atau mengalami
kenaikan dari dulan Desember 2012 lalu yang masih seharga Rp16,5 ribu per
kilogram.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Bawang Merah
Indonesia, Juwari, mengatakan bahwa harga bawang merah mencapai Rp45.000-50.000
per kilogram. Bahkan, lanjutnya di Kalimantan harganya sudah menyentuh Rp90.000
per kilogram.
Dia mengungkapkan, produksi nasional sebenarnya
tinggi tetapi kenyataannya di lapangan tidak tersedia cukup. "Kemarin
survei di lapangan tidak ada bawang merah. Artinya 2 bulan ke depan tidak ada
bawang, maka akan memicu inflasi. Itu membuat kondisi pasar tidak sehat. Lalu
kalau dipenuhi dengan cara impor, tidak boleh lebih dari 25 ribu ton sampai
Mei. Setelah bulan itu jangan impor," kata Juwari (bk.1/ip)