Memaknai 59 Tahun Provinsi Riau, Riau Pusat Perekonomian dan Kebudayaaan Melayu

Senin, 22 Agustus 2016

Gubri H Arsyadjuliandi Rachman Memberikan sambutan pada Upacara Peringatan Hut Provinsi Riau ke 59 Tahun 2016 di halaman Kantor Gubernur.

Gubri H Arsyadjuliandi Rachman Memberikan sambutan pada Upacara Peringatan Hut Provinsi Riau ke 59 Tahun 2016 di halaman Kantor Gubernur.

Pekanbaru, Beritaklik.Com -
Riau merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia jauh sebelum Kepulauan Riau berpisah menjadi provinsi sendiri pada saat itu. Ya, sebelumnya, Riau dan Kepulauan Riau adalah satu provinsi. Negeri melayu ini sungguhlah luas, bermula dari ranah Kampar, Kuantan hingga terus ke utara, lingga, penyengat,johor, hingga Natuna. sesuai dengan ungkapan adat berikut ini :

Lurus adat sambung lembaga
Melebah luas ranak samudera
Ukuran negeri Utara - Selatan
Ranah Kuantan hinga Natuna
Riuh menyeluruh Siak-Indragiri
Rokan Kampar berbaur umbi
Adat dan syara' bersanding jati
Pinang sebatang tuah negeri


Pasca kemerdekaan di Indonesia, masih terdiri dari beberapa provinsi. Seperti provinsi Sumatera yang dibagi menjadi sumatera bahagian Utara, Sumatera Bahagian Tengah, dan Sumatera Bahagian Selatan. Di Jawa, ada provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, selebihnya Sulawesi (celebes), Kalimantan (Borneo), Nusa Tenggara, dan Irian-Maluku (Indonesia Timur).

RIAU sendiri saat itu tergabung dalam Provinsi Sumatera Bagian Tengah bersama Sumatera Barat dan Jambi. Bagaimanakah cerita sejarah hingga sampai terbentuknya sebuah provinsi Riau ini ? Dan siapakah pahlawan dan tokoh yang begitu cerdas dan berani memperjuangkan Riau menjadi sebuah provinsi sendiri , merdeka dari otoriternya sumatera tengah sehingga manfaat daripada kemerdekaan berdiri nya provinsi ini dapat kita rasakan dengan lajunya pembangunan.

Bapak (Alm) H. Wan Ghalib bersama beberapa tokoh lainnya menjadi tokoh sentral sentral dalam perjuangan pembentukan Provinsi Riau. Bapak (Alm) H. Wan Ghalib mendedahkan kronologis perjuangan sejarah, dengan membuka lembaran ingatannya.

Menurut mantan Ketua Penghubung di Jakarta dalam perjuangan Provinsi Riau ini, awalnya keinginan untuk menjadikan residen Riau sebagai sebuah provinsi, dilatarbelakangi untuk sebuah keadilan bagi masyarakat Riau. Karena memang Provinsi Sumatera Tengah yang memiliki tiga Residen yaitu Jambi, Riau, dan Sumbar. Karena pusat pemerintahan terdapat di Residen Sumatera Barat, Riau memang tidak terlalu terperhatikan oleh pemerintah provinsi. Karena karakteristik daerah yang berbeda, sehingga pemahaman visi dari masing-masing residen tidak bisa bersatu. Ditambah lagi ada kesan pihak pemegang kekuasaan di Sumatera Tengah selalu memaksakan diri setiap kebijakan yang diambilnya. Ide pendirian provinsi awalnya hanya ada tingkat elit dan tokoh masyarakat Riau. Namun saat itu pihak Provinsi Sumatera Tengah tidak mau memberikan apa yang diinginkan Riau, sehingga munculah intimidasi upaya penghalangan, ungkap Wan Ghalib.

Adanya tekanan tersebut perjuangan Riau untuk menjadi provinsi semakin kuat, bahkan masyarakat empat Kabupaten yaitu Bengkalis, Kepri, Indragiri, dan Kampar telah membulatkan tekad untuk sama-sama berjuang membentuk Provinsi Riau. Keinginan tersebut dimulai dengan membentuk provinsi sudah digaungkan melalui pembentukan Panitia Persiapan Provinsi Riau (PPPR) pada rapat Panitia Persiapan Provinsi Riau, 2-6 Desember 1955. PPPR dipimpin oleh H Abdul Hamid Yahya dan HM Amin sebagai wakil ketua serta T Kamarulzaman sebagai sekretaris.

Sejumlah nama seperti Zaini Kunin, Ridwan Taher dan H Abdullah Hasan juga masuk dalam anggota PPPR. PPPR yang beranggotakan 60 orang dalam beberapa kali rapatnya, berkesimpulan bahwa untuk mewujudkan terbentuknya Provinsi Riau diperlukan adanya Kongres Rakyat Riau. Tujuan digelarnya kongres ini berlandaskan pada pelaksanaan azas demokrasi sebagai dasar pemerintahan desentralisasi. Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan keinginan pembentukan Provinsi Riau. Salah satunya adalah digelarnya Kongres Pemuda Riau pada 17 Oktober 1954 di Pekanbaru. Pembentukan Provinsi Sumatera Tengah yang dibentuk dengan UU Nomor 10/1948 dan UU Nomor 22/1948 yang terdiri dari Riau, Jambi dan Sumatera Barat memiliki corak dan ragam yang berlainan. Masing-masing daerah memiliki kondisi alam dan kebudayaan yang berbeda.

Keinginan membentuk Provinsi Riau juga didasari pada keinginan untuk mewujudkan otonomi seluas-luasnya. Tanpa membentuk provinsi sendiri, otonomi luas yang didengung-dengungkan pemerintah pusat dinilai sulit untuk dilaksanakan. Kebulatan tekad rakyat Riau untuk membentuk provinsi sendiri lahir melalui Kongres Rakyat Riau (KRR) ke-1 yang berlangsung di Pekanbaru, 31 Januari hingga 2 Februari 1956. Kongres Rakyat Riau I merupakan langkah besar yang melandasi terbentuknya Provinsi Riau.

Kongres ini dihadiri 277 perwakilan dari empat kabupaten, yaitu Indragiri, Kepulauan Riau, Kampar dan Bengkalis. Selain utusan dari kabupaten, kongres ini juga dihadiri peninjau yang jumlahnya mencapai 700 orang. Dari kongres inilah kebulatan tekad untuk membentuk Provinsi Riau terlahirkan. Seluruh masyarakat Pekanbaru dan Riau umumnya bersatu, bahkan warga sudah menyiapkan rumahnya untuk menampung para peserta kongres. Karena memang Pekanbaru dulunya belum ada apa-apanya, jangankan hotel, tempat pelaksanaan kongres saja dilaksanakan di gedung Kaum Wanita Islam ujar Wan Ghalib. Kongres Rakyat Riau tersebut meskipun tidak mendapat restu, tapi Gubernur Sumatera Tengah Ruslan Mulyohardjo turut serta hadir. Seluruh bupati juga hadir seperti Bupati Kabupaten Bengkalis BA Mochtar, Bupati Indragiri Abdul Rachman, Bupati Kampar Ali Loeis dan Bupati Kepulauan Riau Rakanaljan. Riau yang kala itu memiliki penduduk 750.000 jiwa dinilai telah layak menjadi provinsi sendiri. Riau akan berkembang jika rakyatnya memiliki inisiatif dan aktif. Namun, jika rakyat di provinsi ini hanya pasif, maka daerah ini akan sulit berkembang.

Usulan membagi Provinsi Sumatera Tengah menjadi tiga provinsi juga dilandasi pada kondisi daerah masing-masing. Rakyat Riau banyak bergantung kepada sektor perikanan dan kelautan. Sedangkan Sumatera Barat lebih banyak bergantung kepada sektor pertanian. Pembentukan Provinsi Riau, berpisah dari Provinsi Sumatera Tengah sudah menjadi sebuah ikrar mati bagi seluruh masyarakat Riau. Sehingga perjuangan untuk mewujudkan hal itu mendapat dukungan luas dari masyarakat. KONGRES Rakyat Riau (KRR I) yang dilaksanakan selama tiga hari, benar-benar menggambarkan sebuah perjuangan yang merata. Semua elemen, baik tokoh, politisi, dan masyarakat larut dalam sebuah euforia perjuangan yang padu. Tak heran, dalam KRR I itu, tidak ada perbedaan pendapat yang berujung perpecahan.

Perjuangan sebelumnya masih bersifat berkelompok, namun karena tekad sudah kuat, maka seluruh kelompok masyarakat tersebut sudah mulai melakukan rapat-rapat untuk menyatukan dan menyamakan persepsi perjuangan pembentukan Riau, ujar Wan Ghalib. Kongres tersebut berakhir 2 Februari 1956, dan berhasil melahirkan beberapa keputusan penting. Keputusan itu meliputi ;

Pertama, menuntut supaya daerah Riau yang meliputi Kabupaten Kampar, Indragiri, Bengkalis dan Kepulauan Riau dijadikan daerah otonom setingkat provinsi.

Kedua, memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan Rakyat Riau. Selanjutnya kongres juga menghasilkan beberapa keputusan yang intinya, bahwa pemerintah harus mempercepat seluruh proses keinginan dari 750.000 jiwa masyarakat Riau tersebut. Perjuangan setelah KRR I berakhir tidak hanya dipusatkan di Pekanbaru, bahkan sampai ke tingkat pusat. Dengan tujuan agar pihak pemerintah pusat bisa langsung mengetahui keinginan masyarakat Riau tersebut.

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, kongres menugaskan PPPR untuk mengirimkan resolusi kepada pemerintah dan DPR. Kongres juga menugaskan PPPR untuk menyelenggarakan dan melaksanakan segala pekerjaan guna mencapai tujuan tuntutan tersebut kata Wan Ghalib kembali.

Amanat yang dihasilkan dari KRR I menjadi tugas berat bagi Panitia Persiapan Provinsi Riau (PPPR) yang berpusat di Pekanbaru dan Badan Penghubung yang berpusat di Jakarta. Badan Penghubung yang dipimpin oleh Wan Ghalib menjadi ujung tombak bagi perjuangan pembentukan Provinsi Riau.

Badan Penghubung bertugas menjalankan tugas-tugas dari PPPR. Badan Penghubung juga diberikan kewenangan mengambil inisiatif demi kelancaran perjuangan sepanjang tidak menyimpang dari kesepakatan Kongres Rakyat Riau. Anggota Badan Penghubung awalnya terdiri dari Wan Ghalib (Ketua), A Djalil (sekretaris) dan anggota yang terdiri dari M Sabir, Ali Rasahan, Azhar Husni, T Arief, Dt Bendaro Sati, Nahar Efendi dan Kamarudin R.

Setelah dilakukan perombakan anggotanya berubah menjadi Wan Ghalib (Ketua), A Djalil M (sekretaris) dan anggota terdiri dari T Arief, DM Yanur, Kamaruddin AH, Hasan Ahmad, A Manaf Hadi, Azhar Husni dan Hasan Basri. Perjuangan pembentukan provinsi juga dilakukan melalui parlemen. Terdapat satu putra terbaik Riau yang duduk di parlemen pada waktu itu adalah Marifat Mardjani dari unsur partai.

Dalam setiap kesempatan Marifat Mardjani selalu menyuarakan tuntutan pembentukan Provinsi Riau di parlemen. Putra asal Kuansing ini merupakan seorang tokoh yang sangat konsen dalam menuntut ke pemerintah pusat agar Riau menjadi provinsi. Bahkan dalam berbagai kesempatan, ia mencoba melakukan lobi-lobi politik kepada anggota DPR lainnya. Dengan gaung yang dilakukan oleh almarhum Marifat Mardjani tersebut, tentang keinginan membentuk provinsi sendiri berpisah dari provinsi induk, membuat pemerintah pusat sedikit memperhatikan keinginan ini.

Keinginan yang besar tersebut tidak mampu dibendung pihak manapun, sehingga beberapa waktu, usai pelaksanaan Kongres Rakyat Riau I tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Tengah mulai melunak dan tidak mampu untuk membendungnya, kata Wan lagi.

Kami terpaku, bisu, tubuh ringan melayang, kuping berdesing, kami tetap terdiam tanpa ada reaksi apa-apa,’’ kata Wan Ghalib ketika Mendagri menyampaikan Provinsi Riau resmi diteken Presiden Soekarno.

KABAR gembira bagi rakyat Riau akhirnya tersiar ketika Presiden Soekarno, akhirnya menandatangani Undang-Undang Darurat Nomor 19 tahun 1957 tanggal 9 Agustus 1957 di Bali. Undang-undang ini menyatakan pembentukan daerah-daerah tingkat I, yaitu Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Hingga saat ini Tanggal 9 Agustus di peringati sebagai Hari Jadinya Provinsi Riau.

Kabar lahirnya undang-undang ini diterima langsung oleh Ketua BadanPenghubung Wan Ghalib beserta Wakil Ketua DM Yanur dari Menteri DalamNegeri Sanusi Hardjadinata. Menteri mengatakan bahwa undang-undang ini akan diundangkan dalam lembaran negara oleh Menteri Kehakiman GA Maengkom pada tanggal 10 Agustus 1957.

Memasuki usia yang ke 59 tahun 2016 ini Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dalam sambutannya menyampaikan visi Riau 2020 mewujudkan Provinsi Riau Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan batin di Asia Tenggara tahun 2020.

Dalam perhelatan di halaman kantor gubernur, Selasa (9/8/16). Tampil sebagai komandan upacara, Walikota Dumai, Zulkipli AS sedangkan pembacaan teks naskah visi misi Riau 2020 Wakil Ketua DPRD Sunaryo.

Turut hadir perwakilan dari Konsulat Malaysia, SKPD dilingkungan Riau, Forkompimda, mantan Gubernur Riau, Bupati/Walikota se-Provinsi Riau, dan para tamu undangan.

Gubri dalam sambutannya menyampaikan, "Di hari jadi Provinsi Riau, merupakan kesempatan bagi Riau, untuk melihat dimasa lalu dan dimasa yang akan datang dan dapat memaknai hari jadi ke 59 tahun Propinsi Riau.

Bila mengikuti jejak sejarah pendirian Provinsi Riau sampai sekarang, masa 59 tahun merupakan usia yang sudah cukup matang dengan pengalaman. Dengan filosofi dan kajian terhadap fenomena sosial yang terjadi pada letak geo strategis, geo politik dan geo ekonomi telah banyak peristiwa dan dan kegiatan dapat dijadikan acuan dalam upaya memajukan Provinsi Riau.

"Ya, 15 tahun lalu Provinsi Riau telah memancangkan visi yang jelas disebut dengan visi Riau 2020 yakni terwujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan batin di Asia Tenggara tahun 2020. Visi ini telah dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembangunan Provinsi Riau yang telah dan sedang kita jalankan. Untuk hari ini kita lagi dihadapkan pada tantangan dunia global yang semakin cepat dan dinamis. Sedikit saja perubahan yang terjadi di dunia, secara langsung akan berdampak pada negara dan daerah kita," terangnya.

Diungkapkan Gubri, bahwa Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo mengingatkan kepada seluruh provinsi di Indonesia khususnya Provinsi Riau, dimana saat ini dunia tengah dilanda kesulitan perekonomian. Untuk itu, maka seluruh provinsi khususnya Riau dituntut berpikir lebih keras dan bersungguh-sungguh melakukan inovasi dan kreativitas, agar mampu menghadapi apapun tantangan yang ada.

Antara lain sebagaimana telah digariskan dalam program nawacita pada butir keenam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing dipasar internasional, sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya serta butir 7 mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor srategis ekonomi domestik.

"Efesiensi dan efektivitas anggaran menjadi suatu keniscayaan untuk dilakukan. Dengan kata lain, program dan kegiatan strategis yang memang menjadi prioritaslah yang mendapatkan anggaran. Selain itu, kita harus kreatif mencari dan menggali sumber-sumber pembiayaan dan dana pembangunan, Riau tidak bisa lagi menggantungkan pada migas maupun sektor hulu kelapa sawit," ujarnya.

Gubri juga menyinggung tentang visi Riau 2020 menjadi acuan pembangunan. Sedikit saja terjadi persoalan dunia akan sangat berdampak bagi Riau. Dalam kancah MEA, daya saing Riau jauh tertinggal, yakni pada urutan ke-16 di seluruh Indonesia.

Meningkatkan produktifitas daya saing rakyat butuh tenaga dan pemikiran banyak agar bisa terwujud agar bisa memberikan dampak langsung bagi masyarakat. Pemerintah juga harus kreatif melakukan pengembangan, mengingat Riau tidak bisa bergantung pada sektor Migas dan sawit.

"Optimalisasi anggaran juga harus di lakukan. Kami menyadari harapan masyarakat Riau terhadap pembangunan daerah ini bergantung pada pundak kami. Kami harap dengan ini kami bisa menyatukan persepsi untuk membangun negeri,'' jelasnya.

Lebih lanjut disampaikan Andi, masih ada banyak upaya yang dilakukan untuk mewujudkan cita-cita Riau dalam koridor Asia Tenggara. Salah satunya fungsi optimalisasi kinerja pemerintah harus dioptimalkan.

Selain itu, Andi juga menyebutkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD, untuk betul-betul memanfaatkan perkembangan informasi dan teknologi untuk pelayanan masyarakat.

Dengan mengangkat jargon Riau Go IT atau Riau menuju perkembangan Informasi Teknologi, pada perayaan Hut Riau ke 59 tahun 2016, konsen untuk memperbaiki kualitas pelayanan dengan memanfaatkan teknologi dan informasi merupakan langkah yang tidak bisa ditawar.

''Bagaimanapun IT harus di manfaatkan Pemda kedepan dan harus diseriuskam untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,'' katanya.

Dia menambahkan, sistem pelayanan masyarakat beralih basis IT akan terintegrasi dengan Dinas Komunikasi dan Informasi atau Diskominfo Provinsi Riau dan terkoneksi pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Langkah ini diharapakan akan menjadi upaya untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya teknologi. "Seremoninya, besok akan dilakukan penandatangan kesepakatan, termasuk dengan Bank Riau Kepri," tambahnya.

Salah satu bentuk kemudahan yang diberikan lewat sistem ini, pengurusan izin dan administrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau akan diberlakukan dengan sistem online. Andi Rachman menyebutkan dengan diberlakukannya sistem ini akan lebih memberikan kemudahan pelayanan.

''Jadi ada banyak sistem nanti yang akan diterapkan melalui IT, misalnya mengurus surat sudah di paperless dengan sistem e-office. Dewan juga bisa melakukan fungsi pengawasan mereka dengan memanfaatkan sistem IT ini,'' tambahnya.

Sementara untuk kesiapan Sumber Daya Manusia, dia menegaskan untuk sementara ini, kesiapan itu sudah tersedia di masing-masing SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Dengan kata lain, kebutuhan pemerintah akan lebih dominan terhadap kinerja yang mempunyai kemampuan IT. Kebijakan seperti ini bahkan sudah diterapkan dibeberapa kabupaten dan kota di Riau. (Adv)