Untuk Penanganan Abrasi Proyek Pemerintah Jangan Gunakan Kayu

Sabtu, 18 Mei 2013

BENGKALIS.Pemerintah Kabupaten Bengkalis diminta mengeluarkan aturan pelarangan penggunaan kayu bakau untuk cerocok pada proyek-proyek Pemerintah. Pelarangan itu merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan laju penebangan kayu bakau.

“Proyek-proyek fisik Pemerintah memberikan andil yang cukup besar terhadap meningkatnya laju penebangan kayu bakau. Bisa kita lihat hampir 100 persen proyek fisik, cerocok yang digunakan adalah kayu bakau. Padahal kita sama-sama tahu kalau kayu bakau merupakan bagian dari ekosistem mangrove yang bisa menahan laju abrasi,” ujar Direktur LSM Bahtera Melayu, Defitri Akbar, Senin (13/5).

Dikatakan, untuk melakukan pelarangan penebangan kayu bakau di tengah-tengah masyarakat memang sudah sering dilakukan. Namun hasilnya belum optimal karena permintaan kayu bakau tergolong tinggi, terutama proyek-proyek fisik Pemerintah. Dalam hal ini, perlu ketegasan Pemkab Bengkalis dalam menekan penggunaan bakau sebagai cerocok agar masyarakat dan LSM penggiat lingkungan bisa konsentrasi dalam melakukan pemulihan ekosistem mangrove.

 “Kita khuatir, jika tidak ada ketegasan dari Pemkab, usaha-usaha pemulihan dan pelestarian ekosistem mengrove yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat akan terganggu,” katanya.

 Pria yang akrab disapa Dedek ini mengatakan tingkat abrasi di pulau Rupat dan Bengkalis saat ini sudah sangat berat yakni >10 meter/tahun berdasarkan hasil pengamatan RRA atau Rapid Rural Appraisal (perkiraan secara cepat,red) dengan berpedoman kepada klasifikasi umum abrasi. Klasifikasi tersebut adalah ringan < 0,5 meter/tahun, sedang 0,5 – 2,0 meter/tahun, berat 2,0 – 5,0 meter/tahun, amat berat 5,0 – 10 meter/tahun dan sangat amat berat > 10 meter/tahun.

 “Dengan kondisi seperti ini, tidak bisa hanya mengandalkan kepada kelompok-kelompok pencinta lingkungan. Butuh kebijakan yang tegas dari Pemerintah Daerah, salah satunya seperti saya sampaikan tadi. Tidak hanya cukup dengan membuat program-program reboisasi,” katanya lagi.

Terpisah, salah seorang warga penggiat lingkungan, Hamdan mengatakan, penebangan mangrove tidak hanya merusak ekosistem melainkan juga akan mengurangi populasi ikan dan biota laut lainnya.  “Terus terang kita miris dan prihatin masih ada pelaku yang suka menebang baku lalu menjualnyaa ke Malaysia. Padahal, manfaat yang diperoleh dari menjual bakau tersebu tidak sebanding dengn kerugian yan dirasakan oleh masyarakat nantinya,” kata Hamdan.

Sebagai warga yang pernah bergabung dengan kelompok masyarakat pecinta lingkungan dan aktif menanam mangrove di kawan-kawasan yang mulai terkikis di kampungnya, Hamdan kawatir, aktifitas penebangan bakau semaunya seperti itu akan menimbulkan dampak yang luar biasa bagi kelangsungan hidup masyarakat.

 “Kalau bakau yang ada di sepanjang sungai Kembung in terus dibabat tanpa ditanami kembali, saya yakin suatu saat pulau ini akan tenggelam. Sebelum kekawatiran itu terjadi, harus ada langkah-langkah dan penanganan  kongkrit dari aparat penegak hukum termasuk aparat desa,” ujarnya.(bku).