Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dan Kapolda Riau
Pekanbaru,Pendelegasian kewenangan yang lebih besar, nyata,
dan bertanggung jawab dalam mengelola pemerintahan daerah (UU 32/2004)
melahirkan konsekuensi logis berupa kebutuhan terhadap proses pengelolaan dan
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Proses pengelolaan dan pengambilan
keputusan seperti itu membutuhkan dukungan informasi yang memiliki
karakteristik: lengkap, akurat, dan mutakhir. Berkaitan dengan itu, pemerintah
daerah memerlukan dukungan infrastruktur teknologi informasi (TI) dan sumber
daya manusia yang cukup untuk menangani kebutuhan tersebut. Infrastruktur TI
meliputi perangkat keras, perangkat lunak, penyimpanan data, dan jaringan
(Laudon and Laudon 2011). Sumber daya manusia dimaksud mencakup tenaga kerja
dalam berbagai bidang keahlian TI yang memiliki kemampuan secara bersama-sama
untuk mengembangkan dan memelihara infrastruktur TI.
TI merupakan sarana/perangkat yang digunakan dalam
pengolahan laporan dengan mendayagunakan keahlian (brainware), perangkat lunak
(software), dan perangkat keras (hardware) yang dioperasikan dengan prosedur
tertentu (PP 56/2001). Apabila diperhatikan apa yang telah dilakukan oleh
kebanyakan pemerintah daerah berkaitan dengan pengimplementasian PP tersebut,
maka akan terlihat adanya suatu kesenjangan (gap) antara tuntutan dan kemampuan
yang dimiliki. Kesenjangan tersebut terutama disebabkan karena rendahnya
pengetahuan para pengambil keputusan tentang pentingnya infrastruktur TI dalam
upaya memperbaiki pelayanan publik (Kerebungu 2011). Kondisi ini selanjutnya
menyebabkan kurangnya komitmen untuk mengembangkan insfrastruktur TI dan sumber
daya manusia yang menanganinya.
Dalam Instruksi Presiden 3/2003 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government (e-Gov’t), diamanatkan bahwa
setiap Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing guna
terlaksananya pengembangan e-Gov’t secara nasional. Kenyataannya, walaupun
sudah sekitar 20 tahun sistem informasi berbasis TI dikenal di Indonesia,
tetapi pengimplementasiannya pada kantor-kantor pemerintah relatif masih rendah
jika dibandingkan dengan sektor swasta. Sektor swasta benar-benar memanfaatkan
sistem informasi beserta business process reengineering (BPR) untuk mencari solusi
optimal dalam memperbaiki efisiensi dan efektifitas kinerja organisasi.
Pemanfaatan TI dinyatakan optimal jika menghasilkan pelayanan publik yang
efisien dari segi biaya, waktu, dan tenaga (Kementerian Negara PPN/Bappenas
2009). Pemerintah menghadapi berbagai hambatan birokratis, mulai dari peraturan
perundangan, kebijakan pusat dan daerah, hingga struktur organisasi dan tata
kerja (SOTK) yang tidak mudah untuk diubah atau disempurnakan.
Dalam STOK pemerintah daerah pada umumnya, eselon
unit atau bagian yang menangani sistem informasi adalah sangat rendah baik pada
tingkat unit utama maupun pada tingkat satuan kerja pemerintah daerah (SKPD).
Kedudukan yang rendah menyebabkan unit/bagian sistem informasi tidak berdaya
untuk mengembangkan infrastruktur TI yang pada dasarnya bersifat lintas
sektoral atau bidang. Selain itu, personil dengan latar belakang pendidikan
bidang TI yang telah direkrut dengan susah payah tidak memiliki ruang untuk
mengembangkan profesionalisme dan karirnya dalam bidang yang seharusnya menjadi
profesi mereka. Pertanyaannya, mengapa pengembangan infrastruktur TI dan sumber
daya manusia di bidang ini tidak mendapat tempat yang layak dalam organisasi
pemerintah daerah. Jawabannnya mungkin sederhana seperti telah dikemukakan di
atas yaitu pengetahuan tentang TI yang kurang menyebabkan komitmen yang rendah.
Survei yang dilakukan oleh PBB (United Nations
2012) menemukan bahwa banyak negara telah menempatkan inisiatif e-Gov’t dan
aplikasi teknologi informasi dan komunikasi untuk masyarakat dalam rangka
meningkatkan efisiensi sektor publik dan melangsingkan pemerintahan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan. Solusi teknologi inovatif telah memperoleh
pengakuan sebagai cara untuk merevitalisasi ketertinggalan sektor ekonomi dan
sosial (Kementerian Kominfo 2010). Dalam iklim resesi dunia saat ini, ketika
penting untuk melanjutkan penyampaian layanan, pemerintah harus mulai berpikir
kembali tentang e-Gov’t dan menekankan lebih besar pada hubungan institusional
di antara dan di dalam tingkatan struktur pemerintah untuk menciptakan sinergi
untuk pembangunan berkelanjutan. Aspek penting dari pendekatan ini menurut PBB
adalah untuk memperluas cakupan e-Gov’t sebagai sebuah peran transformatif
pemerintah menuju proses dan institusi yang berpadu, terkoordinasi, dan
terintegrasi melalui mana pembangunan berkelanjutan dapat berlangsung.
PBB melakukan pemeringkatan pengembangan e-Gov’t
di 193 negara di dunia. Dalam World e-Government Rankings tahun ini, Indonesia
menduduki peringkat 97, mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010 yang berada
pada posisi 109. Posisi teratas diduduki berturut-turut oleh Korea (1), Belanda
(2), Inggris (3), Denmark (4), dan Amerika Serikat (5). Di Asia Tenggara,
Indonesia berada di bawah Thailand (92), Filipina (88), Vietnam (83), Brunei
Darussalam (54), Malaysia (40), dan Singapura (10). Peringkat perkembangan
e-Gov’t di Indonesia dibuat oleh PeGI (Pemeringkatan e-Government Indonesia)
sebagai kegiatan tahunan Kemkominfo sejak 2007. PeGI bertujuan untuk
mengevaluasi penerapan e-Gov’t instansi pemerintah tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota secara objektif dan komprehensif, mencakup aspek kebijakan,
kelembagaan, infrastruktur, aplikasi dan perencanaan. Berdasarkan pemeringkatan
PeGI tahun 2011, Sumatera Utara menduduki posisi 11, berada di bawah Riau (10),
Kalimantan Barat (9), Papua (8), Jambi (7), Sumatera Selatan (6), D.I.
Yogyakarta (5), DKI Jakarta (4), Aceh (3), Jawa Timur (2), dan Jawa Barat (1).
Berdasarkan fakta di atas, terlihat bahwa
pengembangan e-Gov’t Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara tetangga. Hal yang sama juga terjadi untuk Provinsi Sumatera
Utara yang juga tertinggal dibandingkan dengan beberapa provinsi tetangganya di
Sumatera. Posisi e-Gov’t Indonesia sangat kontras jika dibandingkan dengan
fakta bahwa lebih dari 44 juta pengguna situs Facebook adalah orang Indonesia
atau menduduki peringkat 4 dunia. Oleh karena itu, terobosan harus dilakukan
untuk mengembangkan e-Gov’t di Indonesia. Penerapan konsep e-Gov’t merupakan
pendekatan dalam upaya menuju good governance. Model penerapannya pada setiap
instansi pemerintah akan sangat tergantung pada tugas, fungsi dan wewenang yang
diemban oleh masing-masing instansi, dan hal ini akan menentukan struktur data
dan model bisnis yang mendasari model layanan dan arsitektur sistem informasi
yang akan dikembangkan.
Inovasi Layanan Masyarakat dan Layanan Bisnis
Layanan masyarakat (G2C) mencakup penyebaran
informasi kepada publik serta layanan dasar masyarakat, sedangkan transaksi
layanan bisnis (G2B) meliputi berbagai layanan antara pemerintah dan komunitas
bisnis. Layanan G2C dan G2B merupakan layanan front-office delivery. Layanan
G2C elektronik atau yang berbasis TI ditandai dengan sebuah sistem pertukaran
informasi pemerintah dan berbagai aplikasi berbasis Internet yang memungkinkan
masyarakat untuk mengakses informasi dan layanan lainnya dengan menggunakan
sebuah portal online dengan single window. Portal seperti itu memberikan
berbagai layanan masyarakat seperti berikut: (1) Pemrosesan dan penerbitan
berbagai surat izin/perizinan dan sertifikat; (2) Informasi perihal
legislatif/administratif dan hukum-hukum yang berkaitan; (3) Jasa pembayaran,
termasuk pajak dan pembayaran iuran sosial; dan (4) Kesempatan untuk berpartisipasi
dalam administrasi pemerintahan melalui permintaan pendapat publik dan
pemungutan suara elektronik.
Untuk mendirikan sebuah portal masyarakat dan
sistem pertukaran informasi publik, database penduduk, real estate, kendaraan,
pajak, dan asuransi perlu diintegrasikan. Penyediaan layanan G2B elektronik
dapat berupa sebuah one-stop single-window service untuk bisnis. Layanan yang
diberikan meliputi urusan administrasi perusahaan, informasi industri, dan
layanan transaksi elektronik seperti pengadaan, penawaran dan pengumuman
pemenang lelang, serta layanan pembayaran untuk berbagai pajak dan pungutan
publik.
Inovasi Cara Kerja Pemerintah
Penggunaan layanan pemerintah (G2G) elektronik
(back-office delivery) bertujuan untuk mereformasi proses kerja internal
pemerintah untuk meningkatkan efisiensi. Lebih spesifik lagi, mereformasi
proses kerja pemerintah dengan menggunakan TI diharapkan mampu memberikan
berbagai hasil sebagai berikut: (1) Sistem pelaporan antara pemerintah daerah
dan pusat menjadi terkoneksi sehingga meningkatkan akurasi; (2) Ada pertukaran
informasi antar instansi dalam bentuk penggunaan database bersama untuk
meningkatkan efisiensi; (3) Pertukaran ide dan sumber daya antar instansi
pemerintah; dan (4) Pengambilan keputusan terkolaborasi melalui konferensi
video. Digitalisasi pemrosesan dokumen pada instansi pemerintah dan gerakan
menuju operasional pemerintahan tanpa kertas (paperless) adalah gerakan utama
G2G. Pertukaran e-document diharapkan mampu menjamin efisiensi, keamanan, dan kehandalan
administrasi.
Keuntungan Keberhasilan Implementasi TI dalam
Pemerintahan
Perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi proses
kerja pemerintah sebagai hasil reformasi berbasis TI yang efektif antara lain
seperti berikut: (1) Proses kerja pemerintah menggunakan kertas beralih ke
proses dokumen berbasis elektronik; (2) Prosedur berorientasi bagian/satuan
kerja beralih ke prosedur berorientasi pelayanan; (3) Banyaknya jalur kontak ke
pemerintah dan kunjungan personal (tatap muka) ke kantor-kantor pemerintah
berubah ke jalur kontak tunggal dan akses online, sehingga kunjungan personal
tidak begitu diperlukan; dan (4) Manajemen sumber daya informasi tingkat
bagian/satuan kerja, dengan banyaknya duplikasi dan pemborosan antar bagian
yang berbeda beralih ke manajemen sumber daya informasi terintegrasi
menggunakan standar umum dan ditandai dengan konvergensi.
Perubahan tersebut berperan meningkatkan
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemerintahan dengan mengurangi
waktu transaksi dan menghilangkan lapisan birokrasi yang berlebihan. Selain
itu, e-Gov’t membantu membangun kepercayaan antara pemerintah dengan masyarakat
karena e-Gov’t mampu meningkatkan interaksi langsung antara kantor-kantor
pemerintah dengan masyarakat, dan membuat informasi menjadi tersedia secara
universal dan bebas. Pada akhirnya, penggunaan TI dapat membuat reformasi
pemerintahan menjadi lebih mudah. Dampak penggunaan TI yang telah merambah luas
di kawasan Asia, menyebabkan pemerintahan yang terpusat dan birokratis
menghadapi berbagai tuntutan baru dan tekanan kompetitif baru dari masyarakat
dan komunitas bisnis. Secara umum, proyek e-Gov’t dapat meningkatkan persepsi
di antara masyarakat dan kalangan bisnis bahwa pemerintah semakin moderen dan
melangkah ke depan.
Faktor Kesuksesan
Keberhasilan implementasi e-Gov’t (Lee 2012)
tergantung pada lima faktor seperti berikut.
Visi, Objektif, dan Strategi. Rencana jangka
panjang dengan visi dan strategi yang jelas adalah sangat penting dalam
implementasi e-Gov’t. Pendekatan tambal-sulam dan setengah-setengah tidak akan
berhasil. Pendekatan yang efektif adalah dengan berpikir dan berpandangan luas
(rancangan top-down), namun memulai dengan tugas-tugas yang kecil dan
berprioritas (bottom-up) selama proses implementasi. Singkatnya, keberhasilan
e-Gov’t membutuhkan: (1) Visi yang jelas dari pemimpin; (2) Dukungan yang kuat
dari masyarakat; dan (3) Penetapan agenda.
Hukum dan Peraturan. Adalah penting untuk
merencanakan waktu dan usaha yang cukup untuk perubahan legislatif yang mungkin
diperlukan untuk mendukung implementasi proses yang baru. Aturan hukum berikut
perlu dicanangkan demi keberhasilan e-Gov’t: (1) Regulasi tentang privasi dan
isu terkait;(2) Regulasi terkait perubahan proses bisnis dan sistem informasi;
dan (3) Regulasi terkait arsitektur TI pemerintah dan pendirian sebuah pusat
komputer atau pusat sistem informasi terintegrasi.
Struktur organisasi. Usaha yang dibutuhkan dalam
bidang STOK tidak boleh dianggap enteng. Restrukturisasi organisasi
mempengaruhi sekitar 30 hingga 50 persen dari keseluruhan upaya yang dilakukan.
Perubahan dalam struktur organisasi harus direncanakan dengan matang dan
diimplementasikan dengan sistematis. Hal-hal penting yang mempengaruhi
perubahan organisasi adalah seperti berikut: (1) Kepemimpinan yang kuat dengan
komitmen; (2) Perencanaan manajemen TI dan manajemen perubahan; (3) Persiapan
anggaran dan pelaksanaan anggaran; (4) Koordinasi dan kolaborasi; (5)
Pemantauan dan pengukuran kinerja; dan (6) Kemitraan pemerintah, sektor swasta,
dan masyarakat.
Proses Bisnis. Cara mengerjakan bisnis atau urusan
yang sedang berlangsung saat ini bisa jadi bukanlah langkah yang paling tepat
atau efektif. Salah satu alat untuk melakukan inovasi proses bisnis adalah BPR.
BPR meliputi perancangan ulang alur kerja dalam/antar tingkatan bagian/satuan
kerja untuk meningkatkan efisiensi proses, misalnya untuk menghapuskan
inefisiensi dalam proses kerja.
Teknologi Informasi. Teknologi informasi berubah
dengan cepat. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih
teknologi dan vendor yaitu: (1) Tingkatan dari teknologi aplikasi yang
dibutuhkan; (2) Infrastruktur jaringan; (3) Interoperabilitas; (4)
Standarisasi; dan (5) Kemampuan teknis dan SDM.
Faktor Resiko dalam Penerapan E-Government
Telah banyak diketahui bahwa implementasi e-Gov’t
di banyak tempat tidak mencapai harapan. Salah satu studi menunjukkan bahwa 35
persen dari program-program e-Gov’t di dunia mengalami kegagalan. Lima puluh
persen adalah kegagalan parsial, dan hanya 15 persen yang dianggap berhasil.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kegagalan penerapan e-Gov’t di negara
berkembang meliputi antara lain: (1) Kurangnya kesepakatan dalam sistem
administrasi publik: Penolakan internal dalam pemerintahan; (2) Kurangnya
rencana dan strategi: E-Gov’t diperkenalkan secara setengah-setengah dan tidak
sistematis; (3) Kurangnya sumber daya manusia, kurangnya pengembangan kapasitas
institusi dan personil; (4) Tidak adanya rencana investasi; (5) Kurangnya
vendor sistem dan TI; (6) Ketidak-matangan teknologi, terlalu menekankan pada
teknologi atau penerapan yang berorientasi teknologi; dan (7) Implementasi yang
terburu-buru tanpa persiapan dan pengujian yang cukup.
Model E-Government
Banyak instansi pemerintah telah memanfaatkan
revolusi digital dan menyediakan berbagai layanan pemerintah dan layanan
informasi publik secara online untuk para pemangku kepentingan e-Gov’t.
Pemangku kepentingan tersebut meiliputi: (1) Masyarakat; (2) Kalangan bisnis;
(3) Pegawai pemerintahan; (4) Instansi, lembaga, departemen, dan kementerian
pemerintah; (5) Pemimpin perserikatan; (6) Pemimpin masyarakat, organisasi
nirlaba; (7) Politikus; (8) Investor asing; dan lain-lain.
Ada delapan model e-Gov’t berdasarkan jenis
interaksi di antara pemangku kepentingan seperti berikut: (1) Pemerintah ke
masyarakat (G2C) yaitu penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh
pemerintah kepada masyarakat. (2) Masyarakat ke pemerintah (C2G) yaitu
memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan
pemerintah. (3) Pemerintah ke bisnis (G2B) yaitu terdiri dari
transaksi-transaksi elektronik di mana pemerintah menyediakan berbagai
informasi yang dibutuhkan oleh kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan
pemerintah. Contoh, sistem e-procurement. (4) Bisnis ke pemerintah (B2G) yaitu
mengarah pada pemasaran produk dan jasa kepada pemerintah untuk membantu
pemerintah menjadi lebih efisien melalui misalnya, peningkatan proses bisnis
dan manajemen data elektronik. Sistem e-procurement adalah contoh aplikasi yang
memfasilitasi baik interaksi G2B maupun B2G. (5) Pemerintah ke pegawai (G2E)
yaitu terdiri dari berbagai inisiatif yang memfasilitasi manajemen pelayanan
dan komunikasi internal dengan pegawai pemerintah, contohnya, sistem manajemen
kepegawaian online. (6) Pemerintah ke pemerintah (G2G) yaitu memungkinkan
komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen/satuan kerja atau
lembaga/instansi pemerintah melalui database terintegrasi. (7) Pemerintah ke
organisasi nirlaba (G2N) yaitu pemerintah menyediakan informasi bagi organisasi
nirlaba, partai politik, atau organisasi sosial lainnya. (8) Organisasi nirlaba
ke pemerintah (N2G) yaitu memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi
antara pemerintah dan organisasi nirlaba, partai politik dan organisasi sosial.
E-Gov’t dapat dikatakan memiliki dua tipe
kemitraan yaitu kemitraan internal dan kemitraan eksternal. Kemitraan internal
adalah kemitraan antara cabang-cabang pemerintah (eksekutif, legislatif, dan
yudikatif). Kemitraan eksternal merujuk pada hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat dan kalangan bisnis (Lee 2012).
Bidang Prioritas E-Government
Riset dan dokumentasi praktek terbaik di berbagai
negara menyarankan tiga tahapan dasar dalam pengembangan e-Gov’t. Tahap pertama
adalah pembangunan ketersambungan (connectivity) dan infrastruktur. Tahap kedua
adalah pengembangan konten (muatan) atau aplikasi. Tahap ketiga adalah sistem
atau integrasi.
Perencanaan Strategis E-Government
Strategi yang baik adalah penting untuk
pengimplementasian e-Gov’t yang efektif. Perencanaan strategis memberikan
sebuah roadmap bagi organisasi untuk bergerak dari kondisi sekarang (existing)
ke kondisi yang diinginkan (new) dalam jangka menengah atau panjang.
Perencanaan strategis e-Gov’t adalah proses untuk menentukan sistem informasi
yang dibutuhkan dalam mendukung strategi bisnis organisasi. Proses perencanaan
strategis e-Gov’t menghasilkan arahan strategis perencanaan sistem dan TI yang
akan dibangun untuk beberapa tahun ke depan bagi suatu organisasi beserta
tahapan dan spesifikasi teknologinya.
Implementasi dan Penilaian E-Government
Kesuksesan implementasi e-Gov’t bergantung pada
kinerja setiap proyek atau tugas dalam roadmap e-Gov’t.
Anggaran E-Government
Anggaran TI harus diperlakukan berbeda dari
anggaran tradisional. Normalnya, anggaran TI dianggap sebagai sebuah investasi
modal jangka panjang ketimbang sebuah pengeluaran jangka pendek (Lee 2012).
Mendanai implementasi TI bisa menggunakan berbagai metode. Salah satu di
antaranya adalah kemitraan dengan swasta (public-private partnership).
Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) dalam penerapan e-Gov’t
memegang peranan sangat penting. Pengembangan berbagai program e-Gov’t tidak
bisa hanya didekati dari sudut pandang teknologi informasi saja. Perlu ada
usaha untuk mengaitkan, mengantisipasi, memimpin, dan mengorganisasikan semua
faktor yang ada. Kepemimpinan TI harus mampu menyelaraskan tiga unsur utama
yaitu (1) teknologi informasi, (2) organisasi, manajemen dan proses
pemerintahan, dan (3) transformasi yang didorong teknologi informasi. Tujuan
penerapan, sasaran yang ingin dicapai, dan strategi pencapaian tujuan TI tidak
boleh lepas dari tujuan dan sasaran organisasi induknya.
Kondisi yang sering dialami adalah adanya “dinding
pemisah†antara pimpinan dan staf teknis yang membuat TI tidak bisa selaras dengan
berbagai proses birokrasi. Di satu sisi, pimpinan tidak banyak tahu tentang
bidang TI dan di sisi lain, staf teknis tidak banyak tahu tentang tujuan dan
sasaran organisasi. Hal ini disebabkan antara lain kompetensi sumber daya
manusia, SOTK, dan budaya organisasi. Oleh karena itu, perlu dihilangkan sekat
pemisah antara pimpinan dan staf teknis dengan cara kedua pihak harus memahami
peran TI dalam organisasi. Pimpinan mengetahui teknis TI, mengetahui
kecenderungan perkembangan TI, dan mampu melakukan BPR untuk penyelarasan
dengan TI. Staf teknis mengetahui konsep manajemen, mengetahui peluang
pemanfaatan TI, dan mampu membuat berbagai solusi TI yang efektif.
Tugas-tugas kepemimpinan TI meliputi antara lain:
(1) Mengantisipasi – kecenderungan perubahan kontekstual antara teknologi,
organisasi, dan peluang; (2) Memimpin – menetapkan visi dan sasaran, serta
memimpin personil untuk merealisasikannya; (3) Menentukan strategi – arah dan
pengaruh TI dalam organisasi; (4) Mengorganisasikan – alokasi sumber daya, peran,
dan tanggung jawab; (5) Merealisasikan – kegiatan-kegiatan untuk mencapai
sasaran yang telah ditentukan; dan (6) Mengukur dan menyempurnakan – kinerja
TI, untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi.Adv (disadur dari berbagai
sumber)