Implementasi Penerapan e-Government untuk Perbaikan Pelayanan Publik

Selasa, 20 Desember 2016

Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dan Kapolda Riau

Pekanbaru,Pendelegasian kewenangan yang lebih besar, nyata, dan bertanggung jawab dalam mengelola pemerintahan daerah (UU 32/2004) melahirkan konsekuensi logis berupa kebutuhan terhadap proses pengelolaan dan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Proses pengelolaan dan pengambilan keputusan seperti itu membutuhkan dukungan informasi yang memiliki karakteristik: lengkap, akurat, dan mutakhir. Berkaitan dengan itu, pemerintah daerah memerlukan dukungan infrastruktur teknologi informasi (TI) dan sumber daya manusia yang cukup untuk menangani kebutuhan tersebut. Infrastruktur TI meliputi perangkat keras, perangkat lunak, penyimpanan data, dan jaringan (Laudon and Laudon 2011). Sumber daya manusia dimaksud mencakup tenaga kerja dalam berbagai bidang keahlian TI yang memiliki kemampuan secara bersama-sama untuk mengembangkan dan memelihara infrastruktur TI.

TI merupakan sarana/perangkat yang digunakan dalam pengolahan laporan dengan mendayagunakan keahlian (brainware), perangkat lunak (software), dan perangkat keras (hardware) yang dioperasikan dengan prosedur tertentu (PP 56/2001). Apabila diperhatikan apa yang telah dilakukan oleh kebanyakan pemerintah daerah berkaitan dengan pengimplementasian PP tersebut, maka akan terlihat adanya suatu kesenjangan (gap) antara tuntutan dan kemampuan yang dimiliki. Kesenjangan tersebut terutama disebabkan karena rendahnya pengetahuan para pengambil keputusan tentang pentingnya infrastruktur TI dalam upaya memperbaiki pelayanan publik (Kerebungu 2011). Kondisi ini selanjutnya menyebabkan kurangnya komitmen untuk mengembangkan insfrastruktur TI dan sumber daya manusia yang menanganinya.

Dalam Instruksi Presiden 3/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government (e-Gov’t), diamanatkan bahwa setiap Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing guna terlaksananya pengembangan e-Gov’t secara nasional. Kenyataannya, walaupun sudah sekitar 20 tahun sistem informasi berbasis TI dikenal di Indonesia, tetapi pengimplementasiannya pada kantor-kantor pemerintah relatif masih rendah jika dibandingkan dengan sektor swasta. Sektor swasta benar-benar memanfaatkan sistem informasi beserta business process reengineering (BPR) untuk mencari solusi optimal dalam memperbaiki efisiensi dan efektifitas kinerja organisasi. Pemanfaatan TI dinyatakan optimal jika menghasilkan pelayanan publik yang efisien dari segi biaya, waktu, dan tenaga (Kementerian Negara PPN/Bappenas 2009). Pemerintah menghadapi berbagai hambatan birokratis, mulai dari peraturan perundangan, kebijakan pusat dan daerah, hingga struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) yang tidak mudah untuk diubah atau disempurnakan.

Dalam STOK pemerintah daerah pada umumnya, eselon unit atau bagian yang menangani sistem informasi adalah sangat rendah baik pada tingkat unit utama maupun pada tingkat satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Kedudukan yang rendah menyebabkan unit/bagian sistem informasi tidak berdaya untuk mengembangkan infrastruktur TI yang pada dasarnya bersifat lintas sektoral atau bidang. Selain itu, personil dengan latar belakang pendidikan bidang TI yang telah direkrut dengan susah payah tidak memiliki ruang untuk mengembangkan profesionalisme dan karirnya dalam bidang yang seharusnya menjadi profesi mereka. Pertanyaannya, mengapa pengembangan infrastruktur TI dan sumber daya manusia di bidang ini tidak mendapat tempat yang layak dalam organisasi pemerintah daerah. Jawabannnya mungkin sederhana seperti telah dikemukakan di atas yaitu pengetahuan tentang TI yang kurang menyebabkan komitmen yang rendah.

Survei yang dilakukan oleh PBB (United Nations 2012) menemukan bahwa banyak negara telah menempatkan inisiatif e-Gov’t dan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi untuk masyarakat dalam rangka meningkatkan efisiensi sektor publik dan melangsingkan pemerintahan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Solusi teknologi inovatif telah memperoleh pengakuan sebagai cara untuk merevitalisasi ketertinggalan sektor ekonomi dan sosial (Kementerian Kominfo 2010). Dalam iklim resesi dunia saat ini, ketika penting untuk melanjutkan penyampaian layanan, pemerintah harus mulai berpikir kembali tentang e-Gov’t dan menekankan lebih besar pada hubungan institusional di antara dan di dalam tingkatan struktur pemerintah untuk menciptakan sinergi untuk pembangunan berkelanjutan. Aspek penting dari pendekatan ini menurut PBB adalah untuk memperluas cakupan e-Gov’t sebagai sebuah peran transformatif pemerintah menuju proses dan institusi yang berpadu, terkoordinasi, dan terintegrasi melalui mana pembangunan berkelanjutan dapat berlangsung.

PBB melakukan pemeringkatan pengembangan e-Gov’t di 193 negara di dunia. Dalam World e-Government Rankings tahun ini, Indonesia menduduki peringkat 97, mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 109. Posisi teratas diduduki berturut-turut oleh Korea (1), Belanda (2), Inggris (3), Denmark (4), dan Amerika Serikat (5). Di Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Thailand (92), Filipina (88), Vietnam (83), Brunei Darussalam (54), Malaysia (40), dan Singapura (10). Peringkat perkembangan e-Gov’t di Indonesia dibuat oleh PeGI (Pemeringkatan e-Government Indonesia) sebagai kegiatan tahunan Kemkominfo sejak 2007. PeGI bertujuan untuk mengevaluasi penerapan e-Gov’t instansi pemerintah tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota secara objektif dan komprehensif, mencakup aspek kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi dan perencanaan. Berdasarkan pemeringkatan PeGI tahun 2011, Sumatera Utara menduduki posisi 11, berada di bawah Riau (10), Kalimantan Barat (9), Papua (8), Jambi (7), Sumatera Selatan (6), D.I. Yogyakarta (5), DKI Jakarta (4), Aceh (3), Jawa Timur (2), dan Jawa Barat (1).

Berdasarkan fakta di atas, terlihat bahwa pengembangan e-Gov’t Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hal yang sama juga terjadi untuk Provinsi Sumatera Utara yang juga tertinggal dibandingkan dengan beberapa provinsi tetangganya di Sumatera. Posisi e-Gov’t Indonesia sangat kontras jika dibandingkan dengan fakta bahwa lebih dari 44 juta pengguna situs Facebook adalah orang Indonesia atau menduduki peringkat 4 dunia. Oleh karena itu, terobosan harus dilakukan untuk mengembangkan e-Gov’t di Indonesia. Penerapan konsep e-Gov’t merupakan pendekatan dalam upaya menuju good governance. Model penerapannya pada setiap instansi pemerintah akan sangat tergantung pada tugas, fungsi dan wewenang yang diemban oleh masing-masing instansi, dan hal ini akan menentukan struktur data dan model bisnis yang mendasari model layanan dan arsitektur sistem informasi yang akan dikembangkan.


Inovasi Layanan Masyarakat dan Layanan Bisnis

Layanan masyarakat (G2C) mencakup penyebaran informasi kepada publik serta layanan dasar masyarakat, sedangkan transaksi layanan bisnis (G2B) meliputi berbagai layanan antara pemerintah dan komunitas bisnis. Layanan G2C dan G2B merupakan layanan front-office delivery. Layanan G2C elektronik atau yang berbasis TI ditandai dengan sebuah sistem pertukaran informasi pemerintah dan berbagai aplikasi berbasis Internet yang memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi dan layanan lainnya dengan menggunakan sebuah portal online dengan single window. Portal seperti itu memberikan berbagai layanan masyarakat seperti berikut: (1) Pemrosesan dan penerbitan berbagai surat izin/perizinan dan sertifikat; (2) Informasi perihal legislatif/administratif dan hukum-hukum yang berkaitan; (3) Jasa pembayaran, termasuk pajak dan pembayaran iuran sosial; dan (4) Kesempatan untuk berpartisipasi dalam administrasi pemerintahan melalui permintaan pendapat publik dan pemungutan suara elektronik.

Untuk mendirikan sebuah portal masyarakat dan sistem pertukaran informasi publik, database penduduk, real estate, kendaraan, pajak, dan asuransi perlu diintegrasikan. Penyediaan layanan G2B elektronik dapat berupa sebuah one-stop single-window service untuk bisnis. Layanan yang diberikan meliputi urusan administrasi perusahaan, informasi industri, dan layanan transaksi elektronik seperti pengadaan, penawaran dan pengumuman pemenang lelang, serta layanan pembayaran untuk berbagai pajak dan pungutan publik.

Inovasi Cara Kerja Pemerintah

Penggunaan layanan pemerintah (G2G) elektronik (back-office delivery) bertujuan untuk mereformasi proses kerja internal pemerintah untuk meningkatkan efisiensi. Lebih spesifik lagi, mereformasi proses kerja pemerintah dengan menggunakan TI diharapkan mampu memberikan berbagai hasil sebagai berikut: (1) Sistem pelaporan antara pemerintah daerah dan pusat menjadi terkoneksi sehingga meningkatkan akurasi; (2) Ada pertukaran informasi antar instansi dalam bentuk penggunaan database bersama untuk meningkatkan efisiensi; (3) Pertukaran ide dan sumber daya antar instansi pemerintah; dan (4) Pengambilan keputusan terkolaborasi melalui konferensi video. Digitalisasi pemrosesan dokumen pada instansi pemerintah dan gerakan menuju operasional pemerintahan tanpa kertas (paperless) adalah gerakan utama G2G. Pertukaran e-document diharapkan mampu menjamin efisiensi, keamanan, dan kehandalan administrasi.

Keuntungan Keberhasilan Implementasi TI dalam Pemerintahan

Perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi proses kerja pemerintah sebagai hasil reformasi berbasis TI yang efektif antara lain seperti berikut: (1) Proses kerja pemerintah menggunakan kertas beralih ke proses dokumen berbasis elektronik; (2) Prosedur berorientasi bagian/satuan kerja beralih ke prosedur berorientasi pelayanan; (3) Banyaknya jalur kontak ke pemerintah dan kunjungan personal (tatap muka) ke kantor-kantor pemerintah berubah ke jalur kontak tunggal dan akses online, sehingga kunjungan personal tidak begitu diperlukan; dan (4) Manajemen sumber daya informasi tingkat bagian/satuan kerja, dengan banyaknya duplikasi dan pemborosan antar bagian yang berbeda beralih ke manajemen sumber daya informasi terintegrasi menggunakan standar umum dan ditandai dengan konvergensi.

Perubahan tersebut berperan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemerintahan dengan mengurangi waktu transaksi dan menghilangkan lapisan birokrasi yang berlebihan. Selain itu, e-Gov’t membantu membangun kepercayaan antara pemerintah dengan masyarakat karena e-Gov’t mampu meningkatkan interaksi langsung antara kantor-kantor pemerintah dengan masyarakat, dan membuat informasi menjadi tersedia secara universal dan bebas. Pada akhirnya, penggunaan TI dapat membuat reformasi pemerintahan menjadi lebih mudah. Dampak penggunaan TI yang telah merambah luas di kawasan Asia, menyebabkan pemerintahan yang terpusat dan birokratis menghadapi berbagai tuntutan baru dan tekanan kompetitif baru dari masyarakat dan komunitas bisnis. Secara umum, proyek e-Gov’t dapat meningkatkan persepsi di antara masyarakat dan kalangan bisnis bahwa pemerintah semakin moderen dan melangkah ke depan.

Faktor Kesuksesan

Keberhasilan implementasi e-Gov’t (Lee 2012) tergantung pada lima faktor seperti berikut.

Visi, Objektif, dan Strategi. Rencana jangka panjang dengan visi dan strategi yang jelas adalah sangat penting dalam implementasi e-Gov’t. Pendekatan tambal-sulam dan setengah-setengah tidak akan berhasil. Pendekatan yang efektif adalah dengan berpikir dan berpandangan luas (rancangan top-down), namun memulai dengan tugas-tugas yang kecil dan berprioritas (bottom-up) selama proses implementasi. Singkatnya, keberhasilan e-Gov’t membutuhkan: (1) Visi yang jelas dari pemimpin; (2) Dukungan yang kuat dari masyarakat; dan (3) Penetapan agenda.

Hukum dan Peraturan. Adalah penting untuk merencanakan waktu dan usaha yang cukup untuk perubahan legislatif yang mungkin diperlukan untuk mendukung implementasi proses yang baru. Aturan hukum berikut perlu dicanangkan demi keberhasilan e-Gov’t: (1) Regulasi tentang privasi dan isu terkait;(2) Regulasi terkait perubahan proses bisnis dan sistem informasi; dan (3) Regulasi terkait arsitektur TI pemerintah dan pendirian sebuah pusat komputer atau pusat sistem informasi terintegrasi.

Struktur organisasi. Usaha yang dibutuhkan dalam bidang STOK tidak boleh dianggap enteng. Restrukturisasi organisasi mempengaruhi sekitar 30 hingga 50 persen dari keseluruhan upaya yang dilakukan. Perubahan dalam struktur organisasi harus direncanakan dengan matang dan diimplementasikan dengan sistematis. Hal-hal penting yang mempengaruhi perubahan organisasi adalah seperti berikut: (1) Kepemimpinan yang kuat dengan komitmen; (2) Perencanaan manajemen TI dan manajemen perubahan; (3) Persiapan anggaran dan pelaksanaan anggaran; (4) Koordinasi dan kolaborasi; (5) Pemantauan dan pengukuran kinerja; dan (6) Kemitraan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Proses Bisnis. Cara mengerjakan bisnis atau urusan yang sedang berlangsung saat ini bisa jadi bukanlah langkah yang paling tepat atau efektif. Salah satu alat untuk melakukan inovasi proses bisnis adalah BPR. BPR meliputi perancangan ulang alur kerja dalam/antar tingkatan bagian/satuan kerja untuk meningkatkan efisiensi proses, misalnya untuk menghapuskan inefisiensi dalam proses kerja.

Teknologi Informasi. Teknologi informasi berubah dengan cepat. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih teknologi dan vendor yaitu: (1) Tingkatan dari teknologi aplikasi yang dibutuhkan; (2) Infrastruktur jaringan; (3) Interoperabilitas; (4) Standarisasi; dan (5) Kemampuan teknis dan SDM.

Faktor Resiko dalam Penerapan E-Government

Telah banyak diketahui bahwa implementasi e-Gov’t di banyak tempat tidak mencapai harapan. Salah satu studi menunjukkan bahwa 35 persen dari program-program e-Gov’t di dunia mengalami kegagalan. Lima puluh persen adalah kegagalan parsial, dan hanya 15 persen yang dianggap berhasil. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kegagalan penerapan e-Gov’t di negara berkembang meliputi antara lain: (1) Kurangnya kesepakatan dalam sistem administrasi publik: Penolakan internal dalam pemerintahan; (2) Kurangnya rencana dan strategi: E-Gov’t diperkenalkan secara setengah-setengah dan tidak sistematis; (3) Kurangnya sumber daya manusia, kurangnya pengembangan kapasitas institusi dan personil; (4) Tidak adanya rencana investasi; (5) Kurangnya vendor sistem dan TI; (6) Ketidak-matangan teknologi, terlalu menekankan pada teknologi atau penerapan yang berorientasi teknologi; dan (7) Implementasi yang terburu-buru tanpa persiapan dan pengujian yang cukup.

Model E-Government

Banyak instansi pemerintah telah memanfaatkan revolusi digital dan menyediakan berbagai layanan pemerintah dan layanan informasi publik secara online untuk para pemangku kepentingan e-Gov’t. Pemangku kepentingan tersebut meiliputi: (1) Masyarakat; (2) Kalangan bisnis; (3) Pegawai pemerintahan; (4) Instansi, lembaga, departemen, dan kementerian pemerintah; (5) Pemimpin perserikatan; (6) Pemimpin masyarakat, organisasi nirlaba; (7) Politikus; (8) Investor asing; dan lain-lain.

Ada delapan model e-Gov’t berdasarkan jenis interaksi di antara pemangku kepentingan seperti berikut: (1) Pemerintah ke masyarakat (G2C) yaitu penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah kepada masyarakat. (2) Masyarakat ke pemerintah (C2G) yaitu memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. (3) Pemerintah ke bisnis (G2B) yaitu terdiri dari transaksi-transaksi elektronik di mana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah. Contoh, sistem e-procurement. (4) Bisnis ke pemerintah (B2G) yaitu mengarah pada pemasaran produk dan jasa kepada pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui misalnya, peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Sistem e-procurement adalah contoh aplikasi yang memfasilitasi baik interaksi G2B maupun B2G. (5) Pemerintah ke pegawai (G2E) yaitu terdiri dari berbagai inisiatif yang memfasilitasi manajemen pelayanan dan komunikasi internal dengan pegawai pemerintah, contohnya, sistem manajemen kepegawaian online. (6) Pemerintah ke pemerintah (G2G) yaitu memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen/satuan kerja atau lembaga/instansi pemerintah melalui database terintegrasi. (7) Pemerintah ke organisasi nirlaba (G2N) yaitu pemerintah menyediakan informasi bagi organisasi nirlaba, partai politik, atau organisasi sosial lainnya. (8) Organisasi nirlaba ke pemerintah (N2G) yaitu memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara pemerintah dan organisasi nirlaba, partai politik dan organisasi sosial.

E-Gov’t dapat dikatakan memiliki dua tipe kemitraan yaitu kemitraan internal dan kemitraan eksternal. Kemitraan internal adalah kemitraan antara cabang-cabang pemerintah (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Kemitraan eksternal merujuk pada hubungan antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan bisnis (Lee 2012).

Bidang Prioritas E-Government

Riset dan dokumentasi praktek terbaik di berbagai negara menyarankan tiga tahapan dasar dalam pengembangan e-Gov’t. Tahap pertama adalah pembangunan ketersambungan (connectivity) dan infrastruktur. Tahap kedua adalah pengembangan konten (muatan) atau aplikasi. Tahap ketiga adalah sistem atau integrasi.

Perencanaan Strategis E-Government

Strategi yang baik adalah penting untuk pengimplementasian e-Gov’t yang efektif. Perencanaan strategis memberikan sebuah roadmap bagi organisasi untuk bergerak dari kondisi sekarang (existing) ke kondisi yang diinginkan (new) dalam jangka menengah atau panjang. Perencanaan strategis e-Gov’t adalah proses untuk menentukan sistem informasi yang dibutuhkan dalam mendukung strategi bisnis organisasi. Proses perencanaan strategis e-Gov’t menghasilkan arahan strategis perencanaan sistem dan TI yang akan dibangun untuk beberapa tahun ke depan bagi suatu organisasi beserta tahapan dan spesifikasi teknologinya.

Implementasi dan Penilaian E-Government

Kesuksesan implementasi e-Gov’t bergantung pada kinerja setiap proyek atau tugas dalam roadmap e-Gov’t.

Anggaran E-Government

Anggaran TI harus diperlakukan berbeda dari anggaran tradisional. Normalnya, anggaran TI dianggap sebagai sebuah investasi modal jangka panjang ketimbang sebuah pengeluaran jangka pendek (Lee 2012). Mendanai implementasi TI bisa menggunakan berbagai metode. Salah satu di antaranya adalah kemitraan dengan swasta (public-private partnership).

Kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) dalam penerapan e-Gov’t memegang peranan sangat penting. Pengembangan berbagai program e-Gov’t tidak bisa hanya didekati dari sudut pandang teknologi informasi saja. Perlu ada usaha untuk mengaitkan, mengantisipasi, memimpin, dan mengorganisasikan semua faktor yang ada. Kepemimpinan TI harus mampu menyelaraskan tiga unsur utama yaitu (1) teknologi informasi, (2) organisasi, manajemen dan proses pemerintahan, dan (3) transformasi yang didorong teknologi informasi. Tujuan penerapan, sasaran yang ingin dicapai, dan strategi pencapaian tujuan TI tidak boleh lepas dari tujuan dan sasaran organisasi induknya.

Kondisi yang sering dialami adalah adanya “dinding pemisah” antara pimpinan dan staf teknis yang membuat TI tidak bisa selaras dengan berbagai proses birokrasi. Di satu sisi, pimpinan tidak banyak tahu tentang bidang TI dan di sisi lain, staf teknis tidak banyak tahu tentang tujuan dan sasaran organisasi. Hal ini disebabkan antara lain kompetensi sumber daya manusia, SOTK, dan budaya organisasi. Oleh karena itu, perlu dihilangkan sekat pemisah antara pimpinan dan staf teknis dengan cara kedua pihak harus memahami peran TI dalam organisasi. Pimpinan mengetahui teknis TI, mengetahui kecenderungan perkembangan TI, dan mampu melakukan BPR untuk penyelarasan dengan TI. Staf teknis mengetahui konsep manajemen, mengetahui peluang pemanfaatan TI, dan mampu membuat berbagai solusi TI yang efektif.

Tugas-tugas kepemimpinan TI meliputi antara lain: (1) Mengantisipasi – kecenderungan perubahan kontekstual antara teknologi, organisasi, dan peluang; (2) Memimpin – menetapkan visi dan sasaran, serta memimpin personil untuk merealisasikannya; (3) Menentukan strategi – arah dan pengaruh TI dalam organisasi; (4) Mengorganisasikan – alokasi sumber daya, peran, dan tanggung jawab; (5) Merealisasikan – kegiatan-kegiatan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan; dan (6) Mengukur dan menyempurnakan – kinerja TI, untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi.Adv (disadur dari berbagai sumber)