Dinas Perikanan Bengkalis Kembangkan Budidaya Sistem Bioflok, Ini Keunggulannya

Selasa, 18 Mei 2021

Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis melakukan monitoring budidaya ikan lele menggunakan teknologi sistem bioflok di Kecamatan Pinggir.

BENGKALIS-Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis terus berupaya mengajak masyarakat untuk mengembangkan budi daya ikan dengan cara mudah dan tidak perlu lokasi besar serta biaya jauh lebih efisien.

Salah satu cara yang sedang dikembangkan adalah budi daya ikan dengan menggunakan sistem bioflok. Bioflok berasal dari kata bios yang artinya “kehidupan” dan flok “gumpalan”.  Jadi bioflok adalah kumpulan dari berbagai organisme (bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing dll) yang tergabung dalam gumpalan (floc).

Menurut Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis, Herliawan, saat ini pengembangan budi daya ikan dengan menggunakan sistem bioflok sudah dilakukan di beberapa kecamatan dan ternyata hasilnya memuaskan.

"Bioflok ini bisa diartikan sebagai gumpalan (flok) dari berbagai campuran heterogen mikroba (plankton, protozoa, fungi), partikel, polimen organik, koloid dan kaiton yang saling berinteraksi dengan sangat baik di dalam air, sehingga dengan sistem bioflok ini tidak ada bahan yang terbuang, seperti sisa makanan dan kotoran ikan bisa di olah kembali jadi makanannya,” ujar Herliawan melalui Kasi Sarana dan Prasarana Budidaya DKP Kabupaten Bengkalis, Dilla.

Sistem ini bukan hanya untuk ikan lele, tetapi ikan nila dan ikan gurami juga bisa dikembangkan atau dibudidayakan."Bukan hanya bisa untuk ikan lele tapi ikan nila dan gurami juga bisa," ujarnya.

Untuk biaya pembuatan tempatnya tergantung ukuran besar kecilnya terpal yang digunakan. Misalnya untuk ukuran diameter 1,75 meter biayanya berkisar Rp2.000.000sudah jadi biofloknya. Untuk ukuran tersebut bisa diisi dengan ikan lele sebanyak 3.000 ekor.

Kelebihan menggunakan sistem bioflok diantaranya ramah lingkungan, tidak menggunakan lahan yang besar, minimal untuk budidaya buat konsumsi sendiri.

Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis di tahun 2019 telah melaksanakan pelatihan di beberapa kecamatan, diantaranya Kecamatan Pinggir, Bandar Laksamana dan Kecamatan Mandau dengan hasil yang memuaskan.

"Alhamdulillah kalau hasil memuaskan, kita sudah panen di dua kecamatan (Mandau dan Pinggir). Sedangkan untuk Kecamatan Bandar Laksamana karena masih baru jadi belum dipanen," tambah Kasi Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis ini.

Prinsip dasar dari sistem bioflok ini adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang di dalamnya berisi senyawa Karbon (C), Oksigen (O), Hidrogen (H), Nitrogen (N) menjadi massa slugde berbentuk bioflok dengan cara memanfaatkan bakteri pembentuk gumpalan/flok yang mengubah biopolymer sebagai bioflok.

Teknologi budidaya perikanan menggunakan sistem bioflok yang dikembangkan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Pinggir.

Pelatihan

Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang  teknologi sistem bioflok ini,  Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis telah melakukan pelatihan di Duri, Kecamatan Mandau, baru-baru ini.

Kegiatan pelatihan tekhnologi budidaya perikanan sistem bioflok ini bertujuan untuk pengetahuan dan wawasan masyarakat perikanan di bidang budidaya ikan dan memberikan pengetahuan inovasi-inovasi terbaru tentang pemanfaatan teknologi budidaya perikanan serta untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat perikanan.

Pelatihan dilaksanakan dengan dua metode. Pertama adalah penyampaian materi oleh narasumber yang didatangkan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau serta narasumber dari KUB Sejiwa Membangun Kecamatan Mandau mengenai sistem bioflok dan penerapannya pada budidaya ikan air tawar.

Selanjutnya metode kedua yaitu praktik pembuatan kolam ikan dengan sistem bioflok dilanjutkan dengan membuat probiotik yang berfungsi menumbuhkan bakteri yang dibutuhkan untuk budidaya ikan lele dengan sistem bioflok.

Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari itu diikuti 20 orang masyarakat perikanan dari Kecamatan Mandau. Kadislutkan Bengkalis berharap dengan adanya pelatihan ini, masyarakat perikanan Kabupaten Bengkalis khususnya Kecamatan Mandau mampu menerapkan sistim bioflok dalam rangka meningkatkan produksi perikanan dan kesejahteraan pelaku usaha perikanan.

 

Cepat dan Menguntungkan

Sejauh ini teknologi sistem bioflok telah sukses diterapkan untuk budidaya ikan lele yang dimassalkan di berbagai pesantren di Indonesia. Kemudian ikan nila dipilih untuk sebagai komoditas lanjutan sistem bioflok, karena nila termasuk kelompok herbivora. Sehingga proses pembesarannya lebih cepat.

Selain itu, ikan nila juga mampu mencerna flok yang tersusun atas berbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, algae, zooplankton, fitoplankton, dan bahan organik sebagai bagian sumber pakannya. Itu menguntungkan dalam budidaya di kolam.

Budidaya lele dengan menggunakan teknologi sistem bioflok yang sedang digalakkan ini diyakini dapat meningkatkan produksi lele sampai tiga kali lipat.  Pada tahun 2020 Kementrian memberikan bantuan sarana dan prasarana pada Pesantren Biqurani dan Pondok Pesantren Nurul Hidayah. Bidang Budidaya Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis melakukan uji coba dalam bentuk swadaya di kedua pondok pesantren tersebut.

Tujuannya, selain untuk meningkat pola konsumsi ikan untuk anak pesantren, juga memberikan semacam pelatihan bagi santri karena selain belajar agama, pendidikan umum juga bisa berusaha kedepannya. Bioflok ini dalam pembelajaran juga masuk dalam Bidang Studi Biologi.

Sejauh ini budidaya ikan menggunakan sistem bioflok ini pada ikan air tawar terutama ikan lele, sudah banyak yang berhasil. Sistem bioflok ini padat tebar tinggi, jadi bisa menghasilkan produksi yang lebih tinggi dan itu yang dibutuhkan masyarakat. Untuk wilayah Kecamatan Pinggir, pemasaran perharinya bisa mencapai 1 ton, disana sistem kelompok yang ada mengumpulkan pada pengepul dan perharinya sebanyak 400 kg, sementara untuk menutupi kekuranngan masih mendatangkan dari luar. 

“Untuk Kecamatan Mandau, Pinggir dan Bathin Solapan kebutuhan ikan lele sebanyak 1 ton perharinya. Kekuranganya didatangkan dari Kampar. Kami berharap kedepanya masyarakat lebih banyak berbudidaya sistem bioflok untuk menutupi kebutuhan ikan lele di Kabupaten Bengkalis, kalau teknologi insya Allah masyarakat sudah memahami dan sudah mengusai konsep bioflok ini," ujar Dilla.

Demikian pula budidaya ikan nila sistem bioflok juga memiliki sejumlah keunggulan, seperti meningkatkan kelangsungan hidup (survival rate/SR) hingga lebih dari 90 persen dan tanpa pergantian air. Air bekas budidaya juga tidak berbau, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan dengan budidaya tanaman misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan.

Keunggulan lainnya adalah feed conversion ratio (FCR) atau perbandingan antara berat pakan dengan berat total (biomass) ikan dalam satu siklus periode budidaya mencapai 1,03. Artinya 1,03 kg pakan menghasilkan 1 kilogram ikan Nila. Itu lebih efisien jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam biasa FCR-nya mencapai angka 1,5.

Masih ada empat keunggulan lainnya, yaitu padat tebar ikan mencapai volume 100-150 ekor/m3 atau 10-15 kali lipat dibanding dengan pemeliharaan di kolam biasa yang hanya 10 ekor/m3. Sistem bioflok juga mampu meningkatkan produktivitas hingga 25-30 kg/m3 atau 12-15 kali lipat jika dibandingkan dengan di kolam biasa yaitu sebanyak 2 kg/m3. Keempat, waktu pemeliharaan lebih singkat, dengan benih awal yang ditebar berukuran 8-10 cm, selama 3 bulan pemeliharaan.

Benih tersebut mampu tumbuh hingga ukuran 250-300 gram per ekor, sedangkan untuk mencapai ukuran yang sama di kolam biasa membutuhkan waktu 4-6 bulan. Kemudian budidaya ikan nila sistem bioflok lebih gemuk karena hasil pencernaan makanan yang optimal. Dan komposisi daging atau karkasnya lebih banyak, serta kandungan air dalam dagingnya lebih sedikit. Secara bisnis, budidaya ikan nila juga sangat menguntungkan karena harganya cukup baik dan stabil di pasaran. ***