Pemda Kampar Peringati Isra Miraj

Kamis, 20 Juni 2013

Isra" Mi"raj

BANGKINANG.Inti dari Isra’ Mi’raj adalah Sholat, demikian salah satu poin yang disampaikan oleh Abuya Drs H Awir Muin Domo pada Tausiahnya dalam rangka memperingati Isra’ dan Mi’raj tingkat Kab. Kampar hari kamis (20/06) di Masjid Jami’ Al-Ihsan Markaz Islami Kab. Kampar, yang di hadiri langsung oleh Bupati Kampar H Jefry Noer, Anggota DPRD Kab. Kampar, Sekda Kab. Kampar, Seluruh Kepala Dinas, Camat, dan ribuan masyarakat yang hadir.

 

Dalam tausiyahnya Azwir mengatakan, Shalat a­dalah Mi’rajnya orang-orang mukmin. Dari shalat itu sendiri dapat dipetik be­berapa hikmah, diantaranya adalah; per­tama dimensi waktu, dimana shalat ter­sebut tidak wajib kalau belum ma­suk waktunya. Shalat juga tidak sah apa­bila dikerjakan di luar waktunya. De­ngan demikian umat Islam sangat di­tuntut untuk menghargai waktu dan di­siplin. Tidak akan terlambat dalam melaksanakan tugas, tidak terlambat masuk ke kantor,  tidak terlambat menghadiri rapat, dan lain sebagainya.

 

Kedua dimensi thaharah, atau di­mensi kebersihan dan kesucian. Ke­ber­sihan dan kesucian merupakan salah sa­tu syarat sahnya shalat. Shalat yang di­lakukan tidak akan sah apabila pa­kaian dan tempat shalat kotor, atau ti­dak suci. Demikian juga dalam ke­hi­dupan sehari-hari, seorang mukmin sa­ngat dituntut untuk memperhatikan ke­sucian diri, baik yang akan dimakan, di­minum, pakaian, dan tempat tinggal. Meng­hindarkan diri dari memakan dan me­minum dari yang haram, baik zatnya, maupun dari segi cara men­dapat­kannya.

 

Dimensi ketiga adalah menutup aurat. Shalat tidak sah kalau aurat orang yang mengerjakannya terbuka. De­mikian pula hendaknya di luar shalat. De­n­gan memperhatikan ketentuan me­nutup aurat tersebut, tentunya tidak di­te­mukan lagi anak gadis kita yang ber­pakaian serba senteng, pendek, dan ke­tat. Demikian pula halnya dengan anak laki-laki yang berpakaian di atas lutut.

 

Dimensi keempat, adalah meng­hadap kiblat, shalat tidak sah kalau tidak menghadap kiblat, kecuali dalam kon­disi yang tidak normal, yang tidak di­ketahui arahnya, seperti dalam kendaraan, di hutan, dan lain se­bagai­nya. Dengan ketentuan menghadap kiblat ini, tentunya seorang muslim me­natap masa depannya terarah jauh ke depan. Dimensi kelima, yaitu di­men­si khusu’. Dimensi khusu’ sangat di­perlukan dalam shalat, mes­ki­pun sa­ngat berat. Dengan demikian, be­rarti se­orang muslim mengerjakan se­suatu de­ngan penuh kesungguhan  dan kon­­sentrasi dan hati-hati.

 

Dimensi Keenam patuh kepada imam dalam shalat berjama’ah. Apabila imam rukuk, makmumpun ikut rukuk, ka­lau imam sujud, makmum juga su­jud, selama wuhdhu’ imam belum ba­tal. Te­tapi apabila ada imam yang keliru atau lu­pa dalam bacaan shalat, maka mak­mum boleh mengingatkannya de­ngan penuh etika, yaitu dengan ucapan su­bha­nallah, bukan ditarik ke­be­la­kang. Dengan ke­tentuan ini berarti se­orang muslim ha­rus loyal dan patuh kepada pimpinan. A­pabila ada pim­pinan yang keliru dan ter­salah, maka akan diingatkan dengan pe­nuh ke­sopanan. Apabila setiap dimensi hik­­mah perintah shalat ini diperhatikan dan diamalkan dengan baik, maka insya Allah kehidupan yang baik akan diperoleh oleh setiap muslim, tutup Azwir.(bk.mr)