Kampanye Hitam LSM Asing Rugikan Riau
PEKANBARU- Industri sektor kehutanan dan perkebunan telah menjadi penopang pendapatan daerah dan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat Riau. Di balik maju dan terus berkembangnya industri perkebunan dan kehutanan itu, ada pihak yang merasa tidak senang sehingga melakukan kampanye hitam.
"Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terutama LSM asing seperti Greenpeace dan Word Wildlife Foundation (WWF) adalah dua LMS asing yang selalu melakukan kampanye hitam itu. Isu yang sering diusung adalah perusakan lingkungan dan lainnya," kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau Viator Butar-Butar dalam diskusi bertajuk Menyelamatkan Industri Perkebunan dan Kehutanan Riau di Pasar Internasional dari Kampanye Hitam, di gedung Kadin Riau, Kamis (30/5).
Hadir juga sebagai narasumber dalam kegiatan itu Abdul Gafar, dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau, Sri Ambar Kusuma, kepala seksi Pengembangan usaha perkebunan, Dinas Perkebunan Riau, dan Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau Rafmen.
Viator mengemukakan, LMS Greenpeace sering mengkampanyekan kepada masyarakat bahwa jika sawit di Riau ini terus ditambah, maka daerah ini akan menjadi gurun di masa mendatang, begitu juga dengan CPO Indonesia yang dikatakan banyak mengandung kolesterol sehingga akan berdampak tidak baik bagi kesehatan di masa-masa mendatang.
"Sesungguhnya ini merupakan suatu kampanye yang jelas-jelas menyesatkan, karena jika dikatakan sawit banyak memakan air hingga akan berakibat lahan-lahan yang ada kedepannya akan menjadi gurun pasir, saya mencontohkan di kampung saya di Medan, pohon sawit itu sudah ada sejak saya masih kecil, dan hingga sekarang orang tua dan keluarga saya tidak pernah mengeluhkan terjadi kekurangan air, tapi inikan secara nyata, memang masih perlu dilakukan penelitian," ujarnya memberi contoh.
Kasi Pengembangan Usaha Perkebunan, Dinas Perkebunan Riau, Sri Ambar Kusuma menyebut, pihaknya tidak menampik dengan adanya kampanye hitam LSM asing di mata internasional telah mempengaruhi sektor perkebunan sawit di Riau. "LSM internasional seringkali bersuara keras soal krisis lingkungan Tanah Air. Padahal data yang dimiliki mereka belum tentu valid," kata Sri.
Sri menyebut, saban tahun LSM asing ini mengkampanyekan isu berbeda terkait hasil atau produk perkebunan ini, dulu LSM asing itu membawa isu kalau lahan perkebunan membuat emisi karbon. Setelah itu dibawa lagi isu minyak goreng CPO kolestrolnya tinggi. Padahal di balik semua itu, bermuara pada persaingan bisnis di pasar internasional. Sebab, CPO Indonesia itu termasuk hasil produksi terbaik dibanding beberapa negara lainnya.
Sri tak menampik pada sektor perkebunan ini masih ada yang harus dibenahi untuk menciptakan lahan perkebunan yang ramah lingkungan. "Semua kita sepakat untuk memperbaiki itu. Tapi bukan berarti kitalah paling salah dalam mengelola perkebunan sawit," pungkasnya.
Sementara Sekretaris GAPKI Riau Rafmen menyebut, isu emisi karbon yang disampaikan LSM internasional juga tidak adil. Data yang mereka peroleh menunjukkan terdapat 10 negara di dunia yang tercatat sebagai penghasil C02 terbesar adalah Cina, Amerika, India, Rusia, Jepang, Iran, Kanada, Korea Selatan, dan Inggris. Semua negara tersebut, telah menyumbangkan 52-73 persen total emisi karbon. "Sedangkan Indonesia sangat kecil yakni hanya 1,3 persen. Tapi kita selalu dipersalahkan dimata internasional," katanya. (mad)
"Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terutama LSM asing seperti Greenpeace dan Word Wildlife Foundation (WWF) adalah dua LMS asing yang selalu melakukan kampanye hitam itu. Isu yang sering diusung adalah perusakan lingkungan dan lainnya," kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau Viator Butar-Butar dalam diskusi bertajuk Menyelamatkan Industri Perkebunan dan Kehutanan Riau di Pasar Internasional dari Kampanye Hitam, di gedung Kadin Riau, Kamis (30/5).
Hadir juga sebagai narasumber dalam kegiatan itu Abdul Gafar, dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau, Sri Ambar Kusuma, kepala seksi Pengembangan usaha perkebunan, Dinas Perkebunan Riau, dan Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau Rafmen.
Viator mengemukakan, LMS Greenpeace sering mengkampanyekan kepada masyarakat bahwa jika sawit di Riau ini terus ditambah, maka daerah ini akan menjadi gurun di masa mendatang, begitu juga dengan CPO Indonesia yang dikatakan banyak mengandung kolesterol sehingga akan berdampak tidak baik bagi kesehatan di masa-masa mendatang.
"Sesungguhnya ini merupakan suatu kampanye yang jelas-jelas menyesatkan, karena jika dikatakan sawit banyak memakan air hingga akan berakibat lahan-lahan yang ada kedepannya akan menjadi gurun pasir, saya mencontohkan di kampung saya di Medan, pohon sawit itu sudah ada sejak saya masih kecil, dan hingga sekarang orang tua dan keluarga saya tidak pernah mengeluhkan terjadi kekurangan air, tapi inikan secara nyata, memang masih perlu dilakukan penelitian," ujarnya memberi contoh.
Kasi Pengembangan Usaha Perkebunan, Dinas Perkebunan Riau, Sri Ambar Kusuma menyebut, pihaknya tidak menampik dengan adanya kampanye hitam LSM asing di mata internasional telah mempengaruhi sektor perkebunan sawit di Riau. "LSM internasional seringkali bersuara keras soal krisis lingkungan Tanah Air. Padahal data yang dimiliki mereka belum tentu valid," kata Sri.
Sri menyebut, saban tahun LSM asing ini mengkampanyekan isu berbeda terkait hasil atau produk perkebunan ini, dulu LSM asing itu membawa isu kalau lahan perkebunan membuat emisi karbon. Setelah itu dibawa lagi isu minyak goreng CPO kolestrolnya tinggi. Padahal di balik semua itu, bermuara pada persaingan bisnis di pasar internasional. Sebab, CPO Indonesia itu termasuk hasil produksi terbaik dibanding beberapa negara lainnya.
Sri tak menampik pada sektor perkebunan ini masih ada yang harus dibenahi untuk menciptakan lahan perkebunan yang ramah lingkungan. "Semua kita sepakat untuk memperbaiki itu. Tapi bukan berarti kitalah paling salah dalam mengelola perkebunan sawit," pungkasnya.
Sementara Sekretaris GAPKI Riau Rafmen menyebut, isu emisi karbon yang disampaikan LSM internasional juga tidak adil. Data yang mereka peroleh menunjukkan terdapat 10 negara di dunia yang tercatat sebagai penghasil C02 terbesar adalah Cina, Amerika, India, Rusia, Jepang, Iran, Kanada, Korea Selatan, dan Inggris. Semua negara tersebut, telah menyumbangkan 52-73 persen total emisi karbon. "Sedangkan Indonesia sangat kecil yakni hanya 1,3 persen. Tapi kita selalu dipersalahkan dimata internasional," katanya. (mad)
BERITA LAINNYA +INDEKS
BPP Bengkalis Gelar Forum Perangkat Daerah Penyusunan Renja 2025
BENGKALIS – Badan Penelitian dan Penge.
Pejabat BPP Bengkalis Teken Perjanjian Kinerja dan Pakta Intergritas Tahun Anggaran 2024
BENGKALIS - Badan Penelitian dan Pe.
Yayasan Aisyah Berbagi dan Donatur Bakti Sosial Khitanan Massal, Bupati Bengkalis Apresiasi
BENGKALIS- Yayasan Aisyah Berbagi dan para donatur menggelar kh.
Jelang Pemilu 2024, Kapolsek Bantan Lakukan Cooling System di Perkampungan Suku Akit Pulau Terluar Indonesia
BANTAN- Kepolisian sektor (Polsek) Bantan gencar melakukan Cooling sy.
Kasmarni: Kenduri Melayu Ratib Togak, Sebagai Upaya Pemkab Bengkalis Jaga Persatuan, Kelestarian dan Nilai-Nilai Budaya Melayu
PINGGIR - Bupati Bengkalis Kasmarni berharap melalui kegiatan Kenduri.
Perkenalkan Aplikasi e-TJSP, Bappeda Juara I Lomba Inovasi Kategori Perangkat Daerah
BENGKALIS–Melalui Aplikasi e-TJSP, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappe.
TULIS KOMENTAR +INDEKS