Hakim Sesat
Moh Mahfud MD
Beritaklik.Com
Jangan
dikira hakim-hakim yang membuat putusan sesat dan menusuk rasa keadilan itu
disebabkan suap semata.
Salah satu penyebab yang bisa menjadikan hakim membuat vonis sesat adalah karena
ingin menyelamatkan diri dari kesalahan dirinya di masa lalu. Kesalahan masa
lalu sang hakim dijadikan alat menekan dan meneror oleh orang yang terkait
dengan perkara yang ditangani pada masa kini.
Sang hakim, misalnya, pernah melakukan kesalahan seperti menerima suap dari
kasus yang ditanganinya pada masa lalu saat menjadi hakim di suatu daerah.
Kemudian perbuatan korupsi pada masa lalunya itu dijadikan alat untuk
menyandera, bahkan menerornya oleh orang yang mempunyai kepentingan atas suatu
perkara yang ditanganinya sekarang. Untuk membuat putusan sesat, hakim tersebut
tak perlu disuap, tetapi cukup diancam.
"Jika Anda tak memutus sesuai dengan kehendak kami atau mengalahkan kami, maka
kasus Anda akan dibongkar dan Anda bisa segera ditangkap karena bukti-bukti
sudah lengkap di tangan kami." Dengan mendengar itu saja sang hakim kemudian
bisa membuat putusan yang sesat karena takut kasus dirinya pada masa lalu
benarbenar dibongkar.
Jadi kesesatan hakim dalam memutus perkara jangan dipahami karena penyebab
tunggal seperti karena suap. Mungkin dia membuat vonis sesat karena takut pada
masa lalunya sendiri meskipun mungkin juga karena penyuapan atau pembuktian
palsu di persidangan. Kesalahan vonis hakim yang lahir karena salah dalam
menilai buktibukti bisa saja terjadi, misalnya karena rekayasa sejak penyidikan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Gerhart Hermann Mostar, penulis asal Jerman yang menulis buku Peradilan yang
Sesat, menyebut bahwa lahirnya vonis- vonis sesat bisa terjadi bukan karena alasan
tunggal, melainkan bisa lahir dari berbagai penyebab. Misalnya karena kesaksian
palsu, tekanan opini publik, penyuapan, penyelamatan karier sang hakim, dan
sebagainya. Kalau hakim membuat vonis karena penyanderaan atau ancaman
pembongkaran atas korupsinya di masa lalu, vonisnya bisa dikategorikan sebagai
vonis sesat untuk menyelamatkan diri dan kariernya.
Lahirnya vonis-vonis sesat yang disebabkan penyanderaan dan motif menyelamatkan
diri bisa terjadi di mana-mana dan bukan hanya terjadi pada hakim. Ia bisa
terjadi di negara mana pun dan terhadap pejabat penegak hukum yang lain seperti
polisi atau jaksa.
Kita sering mendengar riuhnya gunjingan masyarakat yang menyorot adanya penegak
hukum yang getol mau mengadili kasus "orang kuat", tetapi yang bersangkutan
kemudian masuk penjara baik karena rekayasa maupun karena korupsi masa lalunya
yang dibongkar secara kasar. Bisa juga terjadi seorang penegak hukum dicopot
dari jabatannya karena sangat bersemangat akan mengadili orang kuat yang
terlibat korupsi atau kejahatan lain.
Tanpa harus menunjuk siapa yang terjerat dan menjerat dalam dunia penegakan
hukum sehingga melahirkan putusanputusan sesat, perlulah kita menjadikan
pandangan yang dinukil dari Hermann Mostar tersebut sebagai cara memahami
persoalan penegakan hukum di Indonesia. Artinya bisa dipahami bahwa sulitnya
penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi, di Indonesia disebabkan
banyaknya pejabat dan penegak hukum yang tersandera oleh masa lalunya sendiri
sehingga ingin berbuat baik pun menjadi sulit.
Asumsi yang demikian adalah wajar karena pada masa lalu negara kita tumbuh dan
berkembang bersama korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Bahkan era kita yang
kita sering sebut sebagai era Reformasi sekarang ini adalah suatu orde yang
dibangun untuk memerangi dan memberantas KKN. Namun perjalanan reformasi kita
tampak tersendat bahkan dalam batas tertentu tampak seperti terjadi arus balik
dalam perang melawan korupsi.
Banyak yang berpendapat telah terjadi saling sandera antarpara penegak hukum dan
atau antarkoruptor. Upaya memberantas korupsi menjadi sangat sulit dan
pegiat-pegiatanya sering ada dalam tekanan dan ancaman. Tepatnya, korupsi dan
koruptor masa lalu telah menyerimpung kita di masa kini dalam memerangi
korupsi. Saling sandera menjadi keniscayaan.
"Kalau Anda mempersoalkan ini, kami bongkar yang itu; kalau Anda membongkar
yang itu, yang lain lagi akan membongkar yang satunya lagi," demikian kira-kira
situasi yang kita hadapi kalau digambarkan dengan cara debat. Oleh sebab itu
kita perlu membuat terobosan, yakni membuat kesepakatan untuk memutuskan
hubungan dengan kasus-kasus masa lalu. Kita perlu melakukan langkah berani
untuk menyatakan bahwa masa lalu sudah dianggap selesai dan tak boleh
membelenggu kita seperti sekarang ini, yakni situasi yang kalau mau maju tak
bisa, mau mundur juga susah.
Perlu dibuat kebijakan melalui pembentukan undang-undang yang berisi pencarian
kebenaran untuk kemudian dilakukan pemutihan dengan kriteria-kriteria tertentu.
Ungkap kebenaran, lalu putihkan, kemudian rekonsiliasi untuk selanjutnya
bersama-sama membangun negara yang bersih dan tegas terhadap korupsi.
Memutus hubungan dengan kasus-kasus masa lalu memang perlu keberanian karena
akan banyak yang menentang dengan alasan mengkhianati amanat reformasi untuk
menegakkan hukum terhadap korupsi-korupsi masa lalu. Kita memang ditantang
untuk berani melakukan tindakan itu, kecuali kita mau terus-terusan
terserimpung seperti sekarang.
Moh Mahfud MD
Guru Besar Hukum Konstitusi
Sumber : Koran-sindo.com
KEMAMPUAN OPTIMALISASI WAKAF DI THAILAND
Wakaf merupakan sebuah konsep filantropi dalam Islam yang melibatkan penyerahan harta benda dari .